Page 215 - Perempuan Yang Ingin Membeli Masa Lalu
P. 215
itu ia pergi tanpa mendengar bagaimana suara orangtuanya
merestuinya, hanya ada sebuah sms dari ibu ayah bahwa
mereka akan mendoakan Diva. Tetap saja semua belum Diva
mantapkan jika wajah itu benar tak ada di depannya.
―Ya Allah adakah keajaiban untukku di detik-detik
keberangkatanku, aku sungguh tak yakin untuk mendapatkan
medali jika seperti ini, baru kali ini memang aku merasa tak
karuan hatiku. Bismillah,‖ gumam Diva dalam benaknya.
Bandara Soekarno-Hatta, 17 Agustus 2015.
Tiba-tiba dari kejauhan ada sosok yang Diva
kenal.
―Sebentar ya, Pak. Ada keluarga saya.‖ izinnya pada
koordinator.
―Ya, ya, silakan.‖
―Assalamualaikum, Tante. Pasti tante membawa
kejutan dan membawa ibu dan ayah serta adik-adik, kan?‖
berkata dengan bahagia dan tentunya Diva sangat berharap
bahwa yang dijawab tantenya adalah iya.
―Waalaikumsalam, Sayang. Maaf tidak, Nak.‖ tiba-tiba
air mata tante Diva pecah dengan cepatnya, ia memeluk Diva
dengan erat dan seperti tak ingin melepasnya.
―Tante ih… jangan ada drama deh, Diva sudah mau
berangkat ini, mana tante ibu dan ayah?‖ tanyaku mendesak.
―Ya Allah, Nak. Lihat mata tante, saat ini yang kamu
pikirkan adalah berjuang dan berjuang, pulang membawa
kebahagiaan untuk ibu dan ayahmu, tante minta maaf tidak
bisa membawa ibu ayahmu.‖
206
Antologi Cerpen PEREMPUAN YANG INGIN MEMBELI MASA LALU

