Page 27 - Perempuan Yang Ingin Membeli Masa Lalu
P. 27
Arimbi selipkan buku itu pada deretan buku-buku yang
ia punya. Setelah itu, ia lemparkan dirinya pada ranjangnya,
lalu membenamkan wajahnya pada sebuah bantal. Ia menangis
di sana. Suara tangisnya tertahan bantal itu. Ia menangis
sampai lelah. Menangis sampai ia tertidur. ***
Arimbi membuka matanya ketika ia merasakan panas di
wajahnya. Rupanya sinar matahari telah masuk lewat celah
jedela dan menciumi pipinya sejak tadi. Arimbi tersenyum. Ia
bangun dan membuka lebar-lebar jendela kamarnya. Lama ia
berdiri di sana, seolah-olah ia mempersilakan sinar matahari
untuk menjamah tubuh dan hatinya yang dingin dan luka.
Hari ini Arimbi akan pergi ke perpustakaan. Sebelum itu ia
tak akan lupa membuat sarapan untuk suaminya yang hanya
sesekali pulang ke rumah. Perempuan tidak perlu pintar dan
berpribadi, karena yang demikian itu tidak diperlukan di
dapur dan di tempat tidur. Itulah kata-kata suaminya yang
selalu ia ingat sekaligus ia ingkari. Sampai di sini saja aku
membaca pikirannya. Selanjutnya kita akan tahu nanti.
Sampai di perpustakaan Arimbi mengambil buku biografi
tokoh-tokoh wanita. Nyi Lara Kidul, Cut Nyak Dien, Dewi
Sartika, Kartini, Nyi Ageng Serang, Fatmawati Soekarno,
Martha Cristina Tiahahu, dan lain-lain. Terlalu banyak. Ia
membacanya dengan cepat satu persatu buku itu. Rupanya ia
ingin mengubah diriku menjadi seperti salah satu dari
mereka. Atau gabungan dari sifat-sifat mereka. Setelah puas
membaca, ia mengeluaran sebuah buku. Disana ia menulis
namaku lagi. Seperti ini:
18
Antologi Cerpen PEREMPUAN YANG INGIN MEMBELI MASA LALU

