Page 73 - Perempuan Yang Ingin Membeli Masa Lalu
P. 73

Tetesan  air  berjatuhan  kala  hujan  membasahi  seperempat
               Kota  Solo.  Bias  cahaya  matahari  kembali  terpantul  dari
               butiran air yang menempel pada dedaunan. Aroma bunga dan
               kesegaran  di  pagi  hari  tercium  dari  taman  kecil  rumah

               Pratiwi. Rumah modern di antara rumah-rumah desa lainnya.
               Sarapan  telah  tersedia  di  meja  makan,  menunggu  para
               penghuni  rumah  berkumpul  dan  melahapnya.  Bunda  dan
               Pratika  sudah    menunggu  si  bungsu,  Ririn,  di  meja  makan.
               Ririn  dengan  tergesa-gesa  berlari  kecil  ke  meja  makan
               menemui  Bunda  dan  kakaknya  untuk  sarapan  bersama.      ―
               Hati-hati Rin, jangan berlari seperti itu,‖ tegur Bunda.
                      ― Iya Bun, maaf. Keburu laper, hehe..‖ sahut Ririn.

                      ― Makannya pelan-pelan saja.‖
                      Saat Pratika dan Ririn kecil, Ayahnya telah meninggal
               karena  kecelakaan.  Sejak  saat  itu  Bunda  mengurus  kedua
               anak  perempuannya  seorang  diri  dan  memilih  untuk  tidak
               menikah  lagi.  Kini  kedua  anak  perempuan  itu  telah  tumbuh

               dewasa,  Pratika  menjadi  pemilik  sebuah  yayasan  pendidikan
               swasta  yang  bantu  oleh  pamannya,  sedangkan  Ririn  masih
               mengenyam      bangku    SMA     di   daerahnya     dan   akan
               melaksanakan ujian nasional.
                Melihat  perjuangan  sang  Bunda  yang  telah  mendidik  anak-
               anaknya  dengan  baik  dan  menjadikan  mereka  seperti  ini,
               menjadi  motivasi  tersendiri  untuk  Pratika.  Pratika  adalah




                                                         64

                        Antologi Cerpen PEREMPUAN YANG INGIN MEMBELI MASA LALU
   68   69   70   71   72   73   74   75   76   77   78