Page 36 - Pribadi dan martabat Buya Hamka isi set2 170109.indd
P. 36

Tongkat-Tongkat Buya
             http://pustaka-indo.blogspot.com
                    Dia berjalan dengan tongkat di belakang Tun Abdul Razak,
                    mendahului sarjana-sarjana universitas itu yang baru lulus.
                    Dengan bertopang pada tongkat itu pula, Ayah dipersilakan
                    berdiri untuk dipakaikan toga kesarjanaan, di bawah sorot
                    mata tamu-tamu terhormat dan cahaya terang  spotlight
                    televisi, serta kilatan lampu para tukang potret.

                        Promotor Prof. Dr. Ghazali Nawawi membacakan alasan-
                    alasan ilmiah terhadap gelar Doktor dalam sambutan yang
                    diberikannya. Sementara Ayah menundukkan kepala sampai
                    promotor menyelesaikan pidatonya. Kemudian, giliran Tun
                    Abdul Razak (Almarhum), Presiden University Malaysia
                    itu membacakan pidato penuh pujian, dengan menyebut
                    Promovendus Prof. Dr. Hamka sebagai seorang pujangga
                    yang menjadi kebanggaan semua rumpun Melayu. “Hamka
                    bukan hanya milik bangsa Indonesia, tapi juga kebanggaan
                    bangsa-bangsa Asia Tenggara,” ujar Tun Razak.
                        Kemudian Protokol mempersilakan Ayah membacakan
                    pidatonya. Dia duduk di atas kursi dengan memakai toga.
                    Mereka tahu kalau  Ayah tak bisa berdiri kala berpidato.
                    Sebelum duduk, tongkat itu ditaruhnya di tangan kursi, lalu
                    dia membacakan pidatonya dengan tenang dan memikat
                    hadirin. Ketika kembali menuju tempat duduknya di deretan
                    sejumlah guru besar yang kelihatan berwajah sangar, Ayah
                    tak lupa lebih dahulu mengambil tongkatnya.

                        Namun, ada pula kenang-kenangan lucu dengan tongkat
                    itu. Suatu hari sekitar tahun 1977 atau 1978, seorang wanita
                    muda datang dengan menggendong anak ke rumah  Ayah.
                    Namanya Farida. Begitu diterima oleh Ayah dan Ibu, wanita
                    itu menangis dan menceritakan nasibnya. Dia orang Betawi
                    asli, tepatnya dari Tanah Abang. Suaminya orang Batak yang

                                                                          19





                                                                         1/13/2017   6:18:34 PM
         Pribadi dan martabat Buya Hamka isi set2 170109.indd   19
         Pribadi dan martabat Buya Hamka isi set2 170109.indd   19       1/13/2017   6:18:34 PM
   31   32   33   34   35   36   37   38   39   40   41