Page 19 - Islamic-theology-Ibnul-Jawzi-membongkar-kesesatan-akidah-Tasybih-meluruskan-penyimpangan-dalam-memahami-sifat-sifat-Allah-Nurul-Hikmah-Press-173-Hal
P. 19

Islamic Theology  | 11

                 -nya Allah. Bagi Ibnu Taimiyah yang baharu itu hanya materi-
           Qadîm
           meteri (al-Mâddah)  alam ini saja.  Dalam hal ini, Ibnu Taimiyah telah
           mengambil  separuh  kekufuran  kaum  filosof  terdahulu  yang
           berkeyakinan bahwa alam ini Qadîm, baik dari segi jenis  maupun
           materi-materinya.
                  Ibnu  Taimiyah  mengambil  separuh  kekufuran  mereka,

           mengatakan  bahwa  yang  qadîm dari  alam  ini  adalah  dari  segi
           jenisnya. Dua faham ini sama-sama sebagai suatu kekufuran dengan

           kesepakatan  (Ijmâ)  para  ulama,  sebagaimana  Ijmâ ini  telah
           dinyatakan di antaranya oleh al-Imâm  Badruddin az-Zarkasyi dalam
           Tasynîf  al-Masâmi„  Bi  Syarh  Jama„  al-Jawâmi„ Karena  keyakinan
                                                        .

           semacam ini sama dengan menetapkan adanya sesuatu yang azali
           kepada selain Allah, dan menetapkan sifat yang hanya dimiliki Allah
           bagi makhluk-makhluk-Nya.

                  Faham  ekstrim  lainnya,  Ibnu  Taimiyah  mengatakan  bahwa
           Allah  adalah  Dzat  yang  tersusun  dari  anggota-anggota  badan.
           Menurutnya Allah bergerak dari atas ke bawah, memiliki tempat dan
           arah,  dan  disifati  dengan  berbagai  sifat  benda  lainnya.  Dalam
           beberapa karyanya dengan sangat jelas  Ibnu Taimiyah menuliskan
           bahwa Allah memiliki ukuran persis sebesar Arsy, tidak lebih besar
           dan  tidak  lebih  kecil.  Faham  sesat  lainnya,  ia  mengatakan  bahwa
           seluruh  para  nabi  Allah  bukan  orang-orang  yang  terpelihara
                     .
           (ma„shûm) Juga mengatakan bahwa Nabi Muhammad sudah tidak
           lagi  memiliki  kehormatan  dan  kedudukan  (al-Jâh),  dan  tawassul
           dengan Jâh nabi Muhammad tersebut adalah sebuah kesalahan.

                  Bahkan Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa perjalanan untuk
           tujuan  ziarah  kepada  Rasulullah  di  Madinah  adalah  sebuah
           perjalanan  maksiat  yang  tidak  diperbolehkan  untuk  meng-qashar

           shalat pada perjanan tersebut. Faham sesat lainnya; ia mengatakan
           bahwa siksa di dalam neraka tidak selamanya. Dalam keyakinannya,
           bahwa neraka akan punah, dan semua siksaan yang ada di dalamnya
   14   15   16   17   18   19   20   21   22   23   24