Page 55 - Islamic-theology-Ibnul-Jawzi-membongkar-kesesatan-akidah-Tasybih-meluruskan-penyimpangan-dalam-memahami-sifat-sifat-Allah-Nurul-Hikmah-Press-173-Hal
P. 55
Islamic Theology | 47
Sementara Abu Ya„la al-Mujassim memahami kata “Sâq”
dalam makna makna literalnya. Ia berkeyakinan bahwa Allah
memiliki betis. Karena itulah ia mengatakan bahwa “Sâq” adalah
bagian dari sifat Dzat-Nya. Pemahaman sesatnya ini sama persis
,
dengan pemahamannya tentang makna “al-Qadam” “مض٣لا”, ia
pahami secara literal. Ia mengatakan bahwa Allah memiliki telapak
kaki yang diletakan di dalam neraka. Dalam pemahaman sesatnya ini
ia mengutip riwayat tidak benar bahwa menurutnya sahabat
Abdullah ibn Mas„ud berkata: “Allah membuka betis kaki kanan-Nya
hingga kemudian mengeluarkan sinar yang menerangi bumi”.
Aku (Ibnul Jawzi) katakan: “Pemahaman literal Abu Ya„la
tentang makna “Sâq” dan makna “Qadam” ini murni merupakan
keyakinan tasybîh (penyerupaan Allah dengan makhluk-Nya). Dan
apa yang ia sebutkan dari perkataan sahabat Abdullah ibn Mas„ud
adalah bohong besar dan sangat mustahil. Tidak boleh menetapkan
suatu sifat bagi Allah dengan riwayat palsu semacam ini. Juga tidak
boleh diyakini bahwa Dzat Allah sebagai sinar atau cahaya yang
menerangi bumi. [Karena bila demikian maka Allah sama dengan
matahari, bulan, bintang dan lainnya yang notabene makhluk-Nya?!].
Adapun argumen Abu Ya„la yang mengatakan bahwa
penyandaran kata “Sâq” kepada Allah memberikan pemahaman
bahwa Allah memiliki betis [artinya menurut Abu Ya„la teks ini tidak
boleh ditakwil]; adalah pendapat bodoh yang tidak berdasar.
Sesungguhnya dalam penggunaan bahasa jika dikatakan: “Kasyafa
ّ
“هجضق ًٖ ٠ك٦” maka maknanya sama saja dengan
‘An Syiddatih”,
jika dikatakan: “Kasyafa ‘An Sâqih”, “ه٢اؾ ًٖ ٠ك٦”. Orang-orang
Musyabbih semacam Abu Ya„la ini tidak memahami penggunaan
bahasa. Ia memahami makna “Yaksyifu” “٠ك٨ً” dalam makna
“غهًٓ” [yang berarti “nampak”]. Padahal makna “٠ك٨ً”
“Yazh-haru”
di sini adalah “Yuzîlu Wa Yar„fa” “٘ٞغٍو لٍؼً” ; artinya menghilangkan
dan mengangkat.
Sementara Ibnu Hamid al-Mujassim berkata: “Wajib beriman
bahwa Allah memiliki betis yang merupakan bagian dari Dzat-Nya,