Page 60 - Islamic-theology-Ibnul-Jawzi-membongkar-kesesatan-akidah-Tasybih-meluruskan-penyimpangan-dalam-memahami-sifat-sifat-Allah-Nurul-Hikmah-Press-173-Hal
P. 60
52 | Islamic Theology
Ibn az-Zaghuni juga berkata: “Telah benar bahwa segala
tempat itu bukan di dalam Dzat Allah, dan Dzat Allah juga bukan
pada tempat. Dengan demikian maka sesungguhnya Allah terpisah
dari alam ini. Dan ini semua mestilah memiliki permulaan hingga
terjadi keterpisahan antara Allah dengan alam. Dan ketika Allah
berfirman: “ يىخؾا” maka kita menjadi paham bahwa Dia berada di
arah tersebut [bertempat di arsy]”.
Lalu Ibn az-Zaghuni juga berkata: “Dzat Allah pasti memiliki
ujung dan penghabisan yang hanya Dia sendiri yang
mengetahuinya”.
Aku (Ibnul Jawzi) berkata: “Orang ini tidak mengerti dengan
segala apa yang ia ucapkan sendiri. Padahal [akal sehat mengatakan]
ketika ditetapkan adanya ukuran, ujung dan penghabisan serta jarak
terpisah antara Allah dengan makhluk maka berarti orang itu telah
berkeyakinan bahwa Allah sebagai benda. Benar, memang dia sendiri
(Ibn az-Zaghuni) telah mengakui bahwa Allah sebagai benda (jism) .
Karena dalam bukunya ia mengatakan bahwa Allah bukan jawhar
(benda terkecil yang tidak dapat dibagi-bagi dan tidak dapat dilihat
itu tidak memiliki tempat, sementara Allah
oleh mata) karena jawhar
--menurutnya-- memiliki tempat; yang Dia berada pada tempat
tersebut”.
Aku (Ibnul Jawzi) berkata: “Apa yang diungkapkan oleh Ibn
az-Zaghuni [dan orang musyabbih semacamnya] menunjukan
bahwa dia adalah seorang yang bodoh, dan bahwa dia seorang
musyabbih (menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya). Si-“syekh”
ini benar-benar tidak mengetahui apa yang wajib pada hak Allah dan
apa yang mustahil bagi-Nya. Sesungguhnya wujud Allah tidak seperti
wujud segala jawhar dan segala benda; di mana setiap jawhar dan
benda pastilah berada pada arah; bawah, atas, depan, [dan belakang],
serta pastilah ia berada pada tempat. Lalu akal sehat mengatakan
bahwa sesuatu yang bertempat itu bisa jadi lebih besar dari