Page 61 - Islamic-theology-Ibnul-Jawzi-membongkar-kesesatan-akidah-Tasybih-meluruskan-penyimpangan-dalam-memahami-sifat-sifat-Allah-Nurul-Hikmah-Press-173-Hal
P. 61

Islamic Theology  | 53

           tempatnya itu sendiri, bisa jadi lebih kecil, atau bisa jadi sama besar,
           padahal keadaan semacam ini hanya berlaku pada benda saja.

                  Kemudian sesuatu yang bertempat itu bisa jadi bersentuhan
           atau tidak bersentuhan dengan tempat itu sendiri, padahal sesuatu
           yang demikian ini pastilah dia itu baharu. Logika sehat menetapkan
           bahwa segala jawhar  [benda] itu baharu; karena semua itu memiliki
           sifat  menempel  dan  terpisah.  Jika  mereka  menetapkan  sifat
           menempel  dan  terpisah  ini  bagi  Allah  maka  berarti  mereka
           menetapkan  kebaharuan  bagi-Nya.  Tapi  jika  mereka  tidak
           mengatakan bahwa Allah baharu maka dari segi manakah kita akan
           mengatakan bahwa segala jawhar  (dan benda) itu baharu -selain dari
           segi sifat menempel dan terpisah-?! [Artinya dengan dasar keyakinan
           mereka  berarti  segala  jawhar --dan  benda--  tersebut  tidak  baharu

           sebagaimana  Allah  tidak  baharu].  Sesungguhnya  bila  Allah
           dibayangkan sebagai benda [seperti dalam keyakinan mereka] maka
           berarti Allah membutuhkan kepada tempat dan arah. [Oleh karena
           itu Allah tidak dapat diraih oleh segala akal dan pikiran, karena segala
           apapun  yang  terlintas  dalam  akal  dan  pikiran  maka  pastilah  ia
           sebagai benda, dan Allah tidak seperti demikian itu].

                  Kemudian  kita  katakan  pula:  “Sesungguhnya  sesuatu  yang
           bertempat itu adakalanya bersampingan dengan tempat tersebut (at-
           Tajâwur) dan  adakalanya  berjauhan  dari  tempat  tersebut  (at-

           Tabâyun) tentu  dua  perkara  ini  mustahil  bagi  Allah.  Karena
                    ;
           sesungguhnya at-tajawur  dan at-tabayun
                                                   adalah di antara sifat-sifat
           benda [dan Allah bukan benda].
                  Akal  sehat  kita  juga  menetapkan  bahwa  berkumpul  (al-

           Ijtimâ„) dan  berpisah  (al-Iftirâq) adalah  di  antara  tanda-tanda  dari

           sesuatu yang bertempat. Sementara Allah tidak disifati dengan tanda-
           tanda  kebendaan  dan  tidak  disifati  dengan  bertempat,  karena  jika
           disifati dengan bertempat maka tidak lepas dari dua kemungkinan;
           bisa jadi berdiam pada tempat tersebut, atau bisa jadi bergerak dari
   56   57   58   59   60   61   62   63   64   65   66