Page 67 - Islamic-theology-Ibnul-Jawzi-membongkar-kesesatan-akidah-Tasybih-meluruskan-penyimpangan-dalam-memahami-sifat-sifat-Allah-Nurul-Hikmah-Press-173-Hal
P. 67
Islamic Theology | 59
Argumen kuat dan nyata telah menegaskan bahwa yang dimaksud
ayat ini bukan dalam makna zahirnya [seperti pemahaman sesat
kaum Musyabbihah yang menyimpulkannya bahwa Allah berada di
langit]. Dasar kata “يف” [yang artinya “di dalam”] dalam bahasa Arab
dipergunakan untuk mengungkapkan sesuatu yang “berada di dalam
sebuah tempat dengan diliputi oleh tempat itu sendiri”( تُٞغٓلل );
sementara Allah tidak diliputi oleh suatu apapun. Pemahaman ayat di
atas tidak sesuai jika dipahami dalam makna indrawi seperti itu.
Karena bila demikian maka berarti Allah diliputi oleh langit [dan itu
artinya bisa jadi sama besar, lebih besar, atau lebih kecil dari langit itu
sendiri]. Pemahaman yang benar adalah bahwa ayat tersebut untuk
mengungkapkan keagungan dan kemuliaan Allah.
[Ayat Ke Dua]:
Di antara ayat lainnya, firman Allah:
ْ َ ُ ْ َ َ َ َ َ َ ْ َ َ
ّ
) 23 :غمؼلا( الله بىح يف ذَغٞ ام ىلٖ ىحغؿخ اً
ِ
ِ
[Makna literal ayat ini tidak boleh kita ambil, makna
literalnya mengatakan: “Alangkah besar penyesalanku
atas kelalaianku dalam pinggang Allah”. Pemahaman
literal seperti ini menyesatkan karena menetapkan
anggota badan bagi Allah].
[Makna “al-Janb”, “بىجلا” dalam ayat ini bukan artinya “pinggang”
seperti pemahaman sesat kaum Mujassimah
]. Tetapi yang dimaksud
dengan “الله بىح يف” adalah “هغمأو الله تٖاَ يف”. Maka pemahaman
yang benar bagi ayat tersebut adalah: “Alangkah besar penyesalanku
atas kelalaianku dalam ketaatan kepada Allah dan melalaikan
perintah-Nya”. Sesungguhnya kelalaian (at-Tafrîth)
itu hanya terjadi
dalam berbuat baik kepada-Nya. Adapun “al-Janb” dalam makna
pinggang yang merupakan anggota badan sedikitpun tidak pernah
ada ungkapan yang mengatakan adanya kelalaian (at-Tafrîth) di sana.