Page 114 - Kedua-Orang-Tua-Rasulullah-Penduduk-Surga-Dr.-H.-Kholilurrohman-MA-Nurul-Hikmah-Press-242-Hal-dikompresi-1
P. 114
112 | Membela Kedua Orang Tua Rasulullah
ibn Salamah; walau untuk satu hadits sekalipun, kemudian pula (5)
Muslim sendiri tidak mengambil satu hadits-pun dari riwayat
Hammad yang terkait dengan masalah Ushul (akidah) kecuali hadits
179
yang telah diambil oleh Hammad dari jalur Tsabit, dari Anas .
Sementara Ma’mar; (1) hafalannya tidak diperselisihkan (ma
tukullima fi hifzhih), (2) hadits-hadits yang diriwayatkan olehnya tidak
ada satupun yang di anggap hadits munkar, (3) al-Bukhari dan
Muslim sepakat dalam meriwayatkan hadits-hadits-nya. Dengan
demikian maka redaksi hadits Ma’mar lebih kuat dibanding
180
Hammad .
Kemudian al-Hafizh as-Suyuthi sendiri telah mengkaji
sejumlah hadits, dan beliau telah mendapati sebuah hadits berasal
179 Hadis riwayat imam Muslim di atas dinilai oleh al-Hafizh as-Syuyuthi, juga
ulama hadits lainnya, sebagai hadits yang memiliki cacat dari segi sanad dan matan-
nya. Dari segi sanad; adalah karena Hammad ibn Salamah banyak diperselisihkan
(dikritik) oleh huffazh al-hadits, yang karena inilah maka imam al-Bukhari tidak
meriwayatkan satu hadits-pun dalam kitab Shahih-nya yang berasal dari Hammad
ibn Salamah.
Al-Hakim dalam kitab al-Madkhal berkata: “Imam Muslim tidak
meriwayatkan satu-pun hadits dari Hammad ibn Salamah dalam masalah Ushul
(akidah), kecuali hadits yang ia (Hammad) ambil dari Tsabit al-Bunani, dari Anas ibn
Malik”. Lihat al-Madkhal, j. h.
Adz-Dzahabi berkata: “Dia (Hammad) adalah orang yang dipercaya (tsiqah,
tapi ia memiliki beberapa kerancuan (awham), dan memiliki banyak hadits munkar,
dia bukan orang yang hafal (la yahfazh), para ulama mengatakan bahwa buku-
bukunya telah direduksi (diselewengkan tangan-tangan yang tidak
bertanggungjawab), disebutkan bahwa Ibnu Abil Awja’; saudara tirinya, yang telah
menyelewengkan buku-bukunya tersebut. Lihat Mizan al-I’tidal, j. h.
Adapun cacat dari segi matan adalah karena dalam hadits riwayat Muslim ini
ada “campur tangan” (tasharruf ar-rawi) yang berimplikasi kepada pemahaman yang
keliru, tidak sejalan dengan maksud awal hadits itu sendiri, sebagaimana dijelaskan
oleh al-Hafizh as-Suyuthi dalam bahasan selanjutnya.
180 Penjelasan lebih detail lihat Masalik al-Hunfa, as-Suyuthi, dalam al-Hawi
Li al-Fatawi, 2, h. 228. Jawaban al-Hafizh as-Suyuthi ini kemudian dipertegas, dan
dijabarkan kembali secara lebih luas oleh al-Barzanji dalam kitab Sadad ad-Din Wa
Sidad ad-Dain. Silahkan merujuk ke sana, kitab yang sangat baik dan sangat
menyenangkan untuk dibaca.