Page 117 - Kedua-Orang-Tua-Rasulullah-Penduduk-Surga-Dr.-H.-Kholilurrohman-MA-Nurul-Hikmah-Press-242-Hal-dikompresi-1
P. 117
Membela Kedua Orang Tua Rasulullah | 115
hadits yang benar dari jalur lain adalah bahwa penafian basmalah di
sana karena ketiadaan mendengar (nafyus sama’), bukan ketiadaan
membacanya (nafyul qira’ah), hanya saja ini disalahpahami oleh
perawi hadits tersebut yang berkesimpulan bahwa itu adalah nafyul
qira’ah, lalu dengan pemahamannya ini si-perawi meriwayatkan
kandungan hadits [dengan redaksi yang ia buat sendiri]; maka tentu
183
saja akibatnya terjadi salah paham .
Dengan demikian, terkait dengan hadits riwayat Muslim
tentang kedua orang tua Rasulullah [yang secara zahirnya seakan di
neraka] kita pahami hadits tersebut sama persis dengan jawaban
Imam asy-Syafi’i dalam memahami hadits dalam masalah qira’ah al-
basamalah di atas. Bahkan, sekalipun seandainya para perawi hadits
tentang kedua orang tua Rasulullah telah sepakat dalam ketetapan
redaksinya seperti redaksi riwayat Muslim; maka berarti hadits ini
berseberangan (mu’aridl) dengan sekian banyak dalil yang
menetapkan keselamatan bagi keduanya, seperti yang telah
dijelaskan dengan dalil-dalilnya di atas [termasuk berseberangan
dengan teks al-Qur’an]. Sementara kaedah mengatakan; “Jika ada
sebuah hadits sahih berseberangan dengan dalil-dalil lain yang lebih
kuat maka wajiblah hadits sahih tersebut dipahami dengan metode
takwil”, dan tentu saja dalil-dalil yang banyak dan yang lebih kuat
tersebut harus didahulukan di atas yang hanya satu hadits saja
[walaupun itu hadits sahih], sebagaimana kaedah ini telah ditetapkan
dalam ilmu Ushul.
Metode yang kita sebutkan ini [al-jam’u wa at tawfiq] juga
sebagai jawaban bagi hadits yang menyebutkan bahwa Rasulullah
tidak diizinkan oleh Allah untuk memintakan ampunan kepada-Nya
bagi ibundanya. Penjelasan demikian ini; ialah bahwa larangan
tersebut tidak berlaku selamanya, artinya; pada awalnya dilarang tapi
kemudian dizinkan, dengan dasar bahwa pada permulaan Islam
hukum men-shalatkan [dan atau mendoakan] mayit yang memiliki
hutang adalah dilarang; padahal si-mayit tersebut seorang muslim,
183 Ibid.