Page 116 - Kedua-Orang-Tua-Rasulullah-Penduduk-Surga-Dr.-H.-Kholilurrohman-MA-Nurul-Hikmah-Press-242-Hal-dikompresi-1
P. 116
114 | Membela Kedua Orang Tua Rasulullah
supaya setiap kali aku melewati kuburan seorang kafir agar aku
memberitakan kepadanya dengan siksa neraka”.
Perhatikan, dalam hadits riwayat Ibnu Majah ini ada
tambahan perkataan perawi: “Maka setelah si-baduy tersebut masuk
Islam ia berkata: “Rasulullah telah … (dan seterusnya)”, ini
memberikan pemahaman sangat jelas bahwa redaksi demikian itulah
sebenarnya yang berasal dari Rasulullah; yaitu redaksi yang
bermakna global [“Di mana saja kamu melewati kuburan orang kafir
maka beritakan kepadanya dengan siksaan neraka”], dan karena
itulah setelah si-baduy ini masuk Islam ia memandang bahwa apa
yang diucapkan oleh Rasulullah baginya tersebut sebagai perintah
yang harus ia kerjakan, karenanya ia berkata: “Rasulullah telah
membebaniku supaya setiap kali aku melewati kuburan seorang kafir
agar aku memberitakan kepadanya dengan siksa neraka”.
Seandainya, hadits riwayat Ibnu Majah ini redaksinya seperti riwayat
Muslim di atas [dengan redaksi khusus “Ayahku dan ayahmu di
neraka”] maka tentulah si-baduy ini tidak akan beranggapan bahwa
ia telah mendapatkan perintah [beban] dari Rasulullah. Dengan
demikian, dari sini dapat diketahui bahwa redaksi hadits riwayat
Muslim telah dimasuki “campur tangan” perawi-nya (tasharruf ar-
rawi); di mana perawi tersebut meriwayatkan makna (kandungan)
hadits sesuai yang dia pahami sendiri, lalu ia mengungkapkannya
182
dengan redaksi yang juga ia buat sendiri .
Model hadits dengan adanya “campur tangan” perawi
(tasharruf ar-rawi) semacam ini dalam kitab Shahih al-Bukhari dan
Shahih Muslim cukup banyak, yaitu hadits-hadits yang di dalamnya
ada redaksi atau pemahaman yang berasal dari perawi-nya; yang
padahal ada redaksi lain atau pemahaman lain dari orang yang lebih
kuat dalam periwayatannya di banding perawi itu sendiri.
Contohnya; hadits riwayat Muslim dari Anas ibn Malik yang
menafikan bacaan basmalah [dalam bacaan surat al-Fatihah], hadits
ini dinyatakan cacat oleh Imam asy-Syafi’i, beliau berkata; “Riwayat
182 al-Hawi Li al-Fatawi, as-Suyuthi, 2/226