Page 121 - Kedua-Orang-Tua-Rasulullah-Penduduk-Surga-Dr.-H.-Kholilurrohman-MA-Nurul-Hikmah-Press-242-Hal-dikompresi-1
P. 121

Membela Kedua Orang Tua Rasulullah  |  119
            hanya  dalam  Syawahid  saja  (yaitu  untuk  menambah  bukti  untuk
            tujuan memperkuat dalil)”.

                    Sementara  adz-Dzahabi  berkata:  “Hammad  adalah  seorang
            yang terpercaya (tsiqah), ia memiliki kerancuan (awham) dan hadits-
            hadits munkar yang cukup banyak, beliau bukan seorang yang hafal
            (bagi  riwayat-riwayat  yang  ia  catat).  Para  ulama  berkata;  Catatan-
            catatan  beliau  telah  banyak  disimpangkan. Disebutkan  bahwa  Abul
            Arja’  yang  merupakan  anak  tiri  Hammad  sendiri  yang  telah
            menyimpangkan catatan-catatannya.

                    Dengan  demikian  menjadi  jelas  bahwa  hadits  yang
            diperselisihkan  ini  (hadits;  “Inna  abi  wa  Abaka  Fin-nar…”)  adalah
            hadits munkar, dan ini bukan mengada-ada, dan sesungguhnya tidak
            sedikit  dalam  kitab  Muslim  yang  dinilai  sebagai  hadits-hadits  yang
            munkar”  186 .


                    Catatan  al-Hafizh  as-Suyuthi  yang  kita  kutip  di  atas  sangat
            detail,  rinci,  dan  penuh  dengan  penjelasan-penjelasan  ilmiah  yang
            sangat  mungkin  hal-hal  tersebut  tersembunyi  bagi  sebagian  ahli
            hadits  lainnya.  Ini  adalah  bukti  nyata  bahwa  as-Suyuthi  seorang
            hafizh  al-Hadits  yang  telah  benar-benar  mencapai  puncaknya.
            Dengan  penjelasan  as-Suyuthi  inilah  pula  sehingga  al-Barzanji
            menyimpulkan dalam tulisannya sebagai berikut:
                    “Sesungguhnya tidak ada dalil dalam al-Qur’an, hadits, Ijma
            ulama, maupun dari Qiyas yang menetapkan bahwa kedua orang tua
            Rasulullah yang mulia bertempat di neraka, atau menetapkan bahwa
            keduanya termasuk orang-orang kafir. Dan tidak ada seorangpun dari
            para  imam  mujtahid  yang  empat  (Abu  Hanifah,  Malik,  Syafi’i,  dan
            Ahmad)  atau  imam  mujtahid  lainnya  yang  menetapkan  demikian.
            Dan  sesungguhnya  masalah  ini  bukan  bagian  dari  perkara  pokok
            dalam masalah akidah yang wajib diyakini. Bahkan seyogyanya yang





                  186  At-Tazhim wa al-Minnah, as-Suyuthi, h. 98-99
   116   117   118   119   120   121   122   123   124   125   126