Page 125 - Kedua-Orang-Tua-Rasulullah-Penduduk-Surga-Dr.-H.-Kholilurrohman-MA-Nurul-Hikmah-Press-242-Hal-dikompresi-1
P. 125

Membela Kedua Orang Tua Rasulullah  |  123
            “Setiap  kuburan  yang  orang  di  dalamnya  tidak  pernah  bersaksi
            bahwa  tidak  ada  Tuhan yang  berhak disembah  kecuali  Allah  maka
            kuburan tersebut adalah lubang dari neraka, dan sungguh aku telah
            mendapati pamanku sendiri; Abu Thalib berada di bagian terdalam
            (kerak)  di  neraka,  maka  kemudian  Allah  mengeluarkannya  dari
            tempat terdalam tersebut karena ia memiliki kedudukan bagiku dan
            telah  berbuat  baik  kepadaku,  maka  kemudian  Allah  menjadikan
            tempatnya di dekat dari dasar neraka (fi dlahdlah min an-nar)”. (HR.
                          193
            ath-Thabarani)
            Catatan Dan Faedah Penting
                    Terhadap jawaban-jawaban yang dituliskan oleh al-Hafizh as-
            Suyuthi  ini  ada  banyak  ulama  yang  menerimanya.  Beberapa  hadits
            tentang kedua orang tua Rasulullah yang seakan menetapkan bahwa
            keduanya meninggal dalam keadaan kufur dikatakan oleh para ulama
            tersebut bahwa semua itu telah dihapus (mansukh). Prihal itu sama
            persis  dengan  keadaan  anak-anak  yang  meninggal  dari  keluarga
            orang musyrik, bahwa hadits-hadits yang secara zahir menyebutkan
            anak-anak  orang  musyrik  kelak  ditempatkan  di  neraka;  itu  semua
            telah dihapus (mansukh) oleh firman Allah: “Wa la taziru waziratun
            wizra ukhra” (QS. al-Isra: 15). Adapun yang menghapus hadits-hadits
            tentang  kedua  orang  tua  Rasulullah  di  neraka  adalah  firman  Allah:
            “Wa  ma  kunna  mu’adz-dzibina  hatta  nab’atsa  rasulan”(QS.  al-Isra:
            15).
                    Hal  yang  mengagumkan  adalah  bahwa  pemahaman
            demikian itu oleh karena diungkapkan oleh Allah di dalam al-Qur’an
            dalam  satu  ayat  secara  beriringan,  bersambung  paruh  pertama
            dengan  paruh  kedua  dengan  kalimat  yang  seirama;  “Wa  la  taziru
            waziratun wizra ukhra, wa ma kunna mu’adz-dzibina hatta nab’atsa
            rasulan”  (QS.  al-Isra:  15).  Maknanya:  “Dan  tidaklah  satu  jiwa
            menanggung suatu dosa dari jiwa yang lain, dan tidaklah Kami [Allah]
            menyiksa [suatu kaum] hingga Kami mengutus seorang rasul”.





                  193  Lihat pula al-Haitsami, Majma’ az-Zawa-id, 1/123.
   120   121   122   123   124   125   126   127   128   129   130