Page 123 - Kedua-Orang-Tua-Rasulullah-Penduduk-Surga-Dr.-H.-Kholilurrohman-MA-Nurul-Hikmah-Press-242-Hal-dikompresi-1
P. 123
Membela Kedua Orang Tua Rasulullah | 121
sebagaimana juga telah gugur secara adabiy (kesusatraan) dan
dzauqiy (rasa), karena dalam redakasi hadits Hammad ini sedikitpun
tidak mengandung tanda-tanda cahaya kenabian atau nilai-nilai
balaghah yang biasa terkandung dalam ucapan-ucapan
190
Rasulullah” .
Pandangan Berharga Lainnya Tentang Makna “Ayah-ku”
Tidak ada larangan untuk memahami hadits riwayat Muslim
di atas yang menyebutkan: “Di mana ayahmu?”, lalu jawab
Rasulullah, --sebagaimana dalam riwayat dari Anas ibn Malik--;
“Ayahku…”; bahwa pemahaman kata “ayahku” adalah dalam makna
“pamanku”. Pemahaman seperti ini sebagaimana penafsiran Imam
Fakhruddin ar-Razi terhadap firman Allah QS. Al-An’am: 74, tentang
nabi Ibrahim bahwa yang kafir kepada Allah adalah paman nabi
Ibrahim (yang bernama Azar), bukan ayahandanya, sebagaimana
pendapat ini dinukil dari sahabat Abdullah ibn Abbas, Mujahid, Ibn
191
Juraij, dan as-Suddiy .
Pendekatan pandangan ini sebagai berikut;
(Pertama); Bahwa penyebutan “ayahku” bagi Abu Thalib
biasa dipakai di masa Rasulullah hidup. Karena itu orang-orang kafir
Quraisy berkata kepada Abu Thalib: “Katakan kepada anak-mu (yang
dimaksud nabi Muhammad) untuk menghentikan caciannya
terhadap tuhan-tuhan kami”. Lalu pernah pula orang-orang kafir
Quraisy tersebut berkata kepada Abu Thalib: “Berikan anakmu (yang
dimaksud nabi Muhammad) kepada kami supaya kami bisa
membunuhnya, dan ambilah anak ini sebagai pengganti anak-mu”,
maka Abu Thalib menjawab: “Bagaimana mungkin aku berikan anak-
ku untuk kalian bunuh, lalu kalian memberikan anak kalian kepadaku
untuk aku asuh??”. Kemudian pula ketika Abu Thalib pergi ke Syam
(wilayah Siria sekarang) yang saat itu ia bersama Rasulullah, saat
bertemu dengan Buhaira (salah seorang pemuka Ahli Kitab), Buhaira
190 Ibid, 134
191 Lihat Tafsir al-Fakhrurrazi, QS. Al-An’am: 74

