Page 122 - Kedua-Orang-Tua-Rasulullah-Penduduk-Surga-Dr.-H.-Kholilurrohman-MA-Nurul-Hikmah-Press-242-Hal-dikompresi-1
P. 122

120  |  Membela Kedua Orang Tua Rasulullah

            harus  kita  yakini  tentang  kedua  orang  tua  Rasulullah  ini  adalah
                                                        187
            bahwa keduanya termasuk orang-orang selamat” .
                    Syekh  Sayyid  Ahmad  as-Sayih  al-Husaini  dalam  kitab  Nasyr
            al-‘A’thar  Wa  Natsr  al-Azhar  Fi  Najat  Aba’  an-Nabiyy  al-Ath-har
            menuliskan:  “Penulis  nazham  ini  berisyarat  kepada  sebuah  hadits
            yang oleh sebagian orang-orang lalai diambil makna zahirnya, hadits
            ini  diriwayatkan  oleh  Muslim  dari  Anas  bahwa  seseorang  berkata:
            Wahai  Rasulullah  di  manakah  ayahku?  Maka  Rasulullah  bersabda:
                                       188
            “Inna abi wa Abaka Fin-nar…” .
                    Di bagian lain dari kitab tersebut Sayyid Ahmad menuliskan:
            “…dan Abu Nu’aim dalam kitab Hilyah al-Awliya meriwayatkan bahwa
            khalifah  Umar  ibn  Abdil  Aziz  sangat  murka  kepada  seorang  juru
            tulisnya hingga Umar melepaskan orang tersebut dari pekerjaannya,
            sebabnya karena Umar mendengar orang tersebut berkata-kata yang
                                                                     189
            sangat keji [mengkafirkan] terhadap kedua orang tua Rasulullah” .
                    Masih  dalam  kitab  yang  sama  Sayyid  Ahmad  menuliskan:
            “Adapun  hadits  yang  menyebutkan  bahwa  Rasulullah  menjawab
            kepada si-penanya: ““Inna abi wa Abaka Fin-nar…” ini adalah hadits
            riwayat  Hammad  ibn  Salamah.  Hadits  ini  berseberangan  dengan
            hadits  riwayat  Ma’mar,  padahal  keduanya  (Hammad  dan  Ma’mar)
            sama-sama  mengambil  hadits  tersebut  dari  Tsabit.  Para  ulama
            mengatakan bahwa Ma’mar lebih kuat dan lebih dipercaya (atsbat)
            dibanding Hammad, karena Hammad dalam hadits-haditsnya banyak
            banyak yang munkar. Di samping itu para ulama hadits juga banyak
            mempermasalahkan  kadar  hafalan  Hammad  (takallamu  fi  hifzhih),
            karena  itulah  maka  Hammad  sudah  termasuk  orang  yang  terkena
            cacat  (majruh).  Al-Bukhari  dan  Muslim  sendiri  tidak  meriwayatkan
            satu haditspun dari Hammad dalam masalah Ushul (tauhid) kecuali
            riwayat  yang  ia  ambil  dari  Tsabit.  Dengan  demikian  maka  hadits
            Hammad  ini  menjadi  gugur  secara  amaliy  dan  isthilahiy,

                  187  Sadad ad-Din, al-Barzanji, h. 69
                  188  Nasyr al-‘Athar, Sayyid Ahmad al-Husaini, h. 124
                  189  Ibid, h. 129
   117   118   119   120   121   122   123   124   125   126   127