Page 193 - Kedua-Orang-Tua-Rasulullah-Penduduk-Surga-Dr.-H.-Kholilurrohman-MA-Nurul-Hikmah-Press-242-Hal-dikompresi-1
P. 193

Membela Kedua Orang Tua Rasulullah  |  191
            “Barang  siapa  meriwayatkan  hadits  dariku  dengan  sebuah  hadits
            yang  diduganya  palsu  maka  ia  adalah  satu  dari  dua  pemalsunya.”
            (HR. Muslim).

            Yang dimaksud oleh hadits ini adalah meriwayatkan hadits Maudlu’
            dengan  menduga  atau  mengetahui  bahwa  itu  maudlu’  tanpa
            menjelaskannya,   bukan   meriwayatkan   hadits   dla’if   tanpa
            menjelaskan  statusnya  sebagaimana  dijelaskan  oleh  al-Hafizh  Ibnu
            Hajar,  al-Hafizh  as-Sakhawi  dan  lainnya.  Al-Hafizh  Ibnu  Hajar
            menegaskan:  “Para  ulama  menyepakati  keharaman  meriwayatkan
            hadits Maudlu’ kecuali disertai penjelasan tentang-nya sesuai dengan
            sabda  Nabi  yang  maknanya:  Barang  siapa  meriwayatkan  hadits
            dariku dengan sebuah hadits yang diduganya palsu maka ia adalah
            satu dari dua pemalsunya” (HR. Muslim)  311 ”.

                    As-Sakhawi  juga  menegaskan:  “Sedangkan  hadits  Maudlu’
            maka  tidak  boleh  diamalkan  sama  sekali,  demikian  pula
            meriwayatkannya    kecuali   disertai   penjelasan   tentangnya
            sebagaimana kami terapkan dalam karya ini, larangan ini dikarenakan
            hadits  Nabi  yang  diriwayatkan  oleh  Muslim  dalam  Sahih-nya  dari
            hadits Samurah:  “Barang siapa  meriwayatkan hadits dariku  dengan
            sebuah  hadits  yang  diduganya  palsu  maka  ia  adalah  satu  dari  dua
            pemalsunya”,  Yura  maknanya  Yuzhannu;  “diduga”,  dalam  kata  al-
            Kadzibayn ada dua riwayat; ba’ di-fathah sebagai mutsanna dan di-
            kasrah  sebagai  jama’.  Cukuplah  kalimat  ini  sebagai  ancaman  yang
            keras bagi orang yang meriwayatkan hadits dan ia menduga bahwa
            itu  palsu  apalagi  mengetahui  secara  pasti  itu  palsu  lalu  tidak
            menjelaskannya,  karena  Nabi  menjadikan  orang  seperti  itu  ikut
            berperan   dalam   memalsukannya     dengan   pemalsu   hadits
                    312
            tersebut ”.
                    Jika dipaksakan bahwa yang dimaksud oleh hadits tersebut
            adalah hadits dla’if maka itu artinya menuding salah para ahli hadits
            dan menjadikan mereka semua sebagai para pendosa karena dalam

                  311   Syarh an-Nukhbah, Ibnu Hajar, h. 45.
                  312   al-Qaul al-Badi’, as-Sakhawi, h. 473-474.
   188   189   190   191   192   193   194   195   196   197   198