Page 194 - Kedua-Orang-Tua-Rasulullah-Penduduk-Surga-Dr.-H.-Kholilurrohman-MA-Nurul-Hikmah-Press-242-Hal-dikompresi-1
P. 194

192  |  Membela Kedua Orang Tua Rasulullah

            karya-karya mereka, mereka tidak selalu menjelaskan status dan sisi-
            sisi kedla’ifan hadits-hadits dla’if yang mereka riwayatkan, meskipun
            mereka mengetahui bahwa hadits-hadits tersebut dla’if seperti an-
            Nawawi dalam al-Adzkar, as-Sakhawi dalam al-Qaul al-Badi’ dan para
            ahli hadits dan fiqh yang tidak terhitung jumlahnya. Al-Laknawi juga
            menjelaskan: 313  “Ketahuilah bahwa para ulama fiqh dan ahli hadits
            seluruhnya  dalam  karya-karya  mereka  telah  menegaskan  bahwa
            haram  meriwayatkan,  menyebut,  mengutip  dan  mengamalkan
            kandungan  hadits  maudlu’  dengan  meyakininya  tsabit,  kecuali
            disertai  peringatan  bahwa  itu  maudlu’, dan  haram memperlonggar
            dalam  hadits  maudlu’  ini,  baik  dalam  wilayah  hukum,  kisah-kisah,
            targhib  dan  tarhib  atau  selainnya,  haram  juga  bertaqlid  dalam
            menyebutkan  hadits  maudlu’  dan  mengutipnya  kecuali  disertai
            penjelasan  tentang  status  maudlu’-nya,    berbeda  dengan  hadits
            dla’if, karena hadits dla’if jika berbicara tentang selain hukum maka
            diperlonggar  dan  diterima  dengan  beberapa  syarat  sebagaimana
            telah  aku  jelaskan  dengan  panjang  lebar  dalam  catatan-catatanku
            yang  berjudul  Tuhfah  al-Kamalah  terhadap  risalahku  Tuhfah  ath-
            Thalabah  fi  Mash  ar-Raqabah  dan  dalam  risalahku  al  Ajwibah  al
            Fadlilah Li al As-ilah al ‘Asyrah al-Kamilah”

                    Nuruddin   ‘Itr   menyatakan:    “Sedangkan    sekedar
            meriwayatkan hadits dla’if dalam selain akidah dan hukum halal dan
            haram  seperti  diriwayatkan  dalam  targhib  dan  tarhib,  kisah-kisah,
            nasehat-nasehat  dan  semacamnya  maka  para  ulama  hadits
            membolehkan meriwayatkan selain hadits maudlu’ dan semacamnya
            tanpa  memperhatikan  penjelasan  tentang  kedla’ifannya,  riwayat-
            riwayat dari para ulama hadits dalam hal ini banyak dan populer  314 ”.

            Faedah:  Nakarah  ar-Rawi  Dan  Jahalah  ar-Rawi  Tidak  Berimplikasi
            Maudlu’ Secara Mutlak
                    Sebuah hadits yang di dalam sanad-nya ada seorang perawi
            yang  munkar  atau  perawi  yang  majhul  tidak  berarti  bahwa  hadits

                  313   al-Atsar al-Marfu’ah, al-Laknawi, h. 21.
                  314   Manhaj an-Naqd, Nuruddin ‘Itr, h. 296.
   189   190   191   192   193   194   195   196   197   198   199