Page 32 - Hukum Pidana Khusus dalam KUHP Nasional
P. 32

Secara umum, gelombang rekodifikasi Eropa sejak pertengahan
                 abad ke-20 menunjukkan  kecenderungan yang serupa,  meskipun
                 tetap mencerminkan  kekhasan masing-masing  negara. Misalnya,
                 pene rapan sistem pidana non-pemenjaraan, penguatan asas legalitas,
                 dan pemurnian  bentuk  tanggung  jawab  pidana.  Namun,  semangat
                 kodifikasi tetap hidup, bahkan ketika kompleksitas sosial mendorong
                 munculnya delik-delik  baru di luar kitab undang-undang  utama.
                 Proses ini kadang mengarah  pada dekodifikasi,  tetapi juga memicu
                 upaya rekodifikasi, seperti yang tertulis dalam draf reformasi Italia
                 tahun 1992 dan konsolidasi hukum pidana di Belanda sejak 1980-an.
                     Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, pemerintah meng-
                 adopsi Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie (WvSNI) menjadi
                 hukum nasional melalui UU No. 1 Tahun 1946 tentang Peraturan
                 Hukum Pidana yang kemudian dinamakan Kitab Undang-Undang
                 Hukum Pidana (KUHP). Sejak tahun 1958, upaya pembaruan KUHP
                 dimulai dengan berdirinya Lembaga Pembinaan Hukum Nasional
                 (LPHN). Pada tahun 1963, Seminar Hukum Nasional I di Semarang
                 mendorong perumusan KUHP baru yang lebih sesuai dengan nilai-nilai
                 dan konteks sosial Indonesia. Proses penyusunan Rancangan KUHP
                 (RKUHP) berlangsung panjang dan kompleks serta melewati berbagai
                 periode pemerintahan dan pergantian menteri dengan sekitar 26 draf
                 RUU KUHP yang disusun dari tahun 1963 hingga 2022. Akhirnya,
                 pada 6 Desember 2022, DPR RI mengesahkan RKUHP menjadi
                 undang-undang  yang kemudian disahkan menjadi Undang-Undang
                 Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
                 (selanjutnya disebut KUHP Nasional).
                     Sebagaimana yang dapat dibaca dalam penjelasan umum KUHP
                 Nasional, penyusunan KUHP Nasional ini diarahkan pada misi utama
                 “dekolonialisasi” hukum pidana melalui  pendekatan “rekodifikasi”.
                 Namun, dalam perjalanannya, pembaruan KUHP juga mengemban
                 misi-misi lain yang lebih luas dan kontekstual. Misi kedua adalah
                 “demokratisasi hukum pidana” yang bertujuan untuk menyesuaikan




                 14   Hukum Pidana Khusus dalam KUHP Nasional
   27   28   29   30   31   32   33   34   35   36   37