Page 23 - Hukum Persaingan Usaha Indonesia
P. 23

Undang-undang ini telah sejak lama ditunggu oleh berbagai pihak.
                   Sebelum undang-undang ini lahir, kondisi usaha di Indonesia tidak
                   begitu kondusif. Aturan main masih mengacu pada Kitab Undang-
                   Undang Hukum Perdata dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
                   Nuansa monopoli, oligopoli, monopsoni, dan posisi dominan sangat
                   kental—walaupun sulit untuk dibuktikan—sehingga tampak bahwa
                   perkembangan bisnis pada tempat-tempat tertentu tidak menyebar.
                       Kalau dicermati, praktik monopoli pertama kali terjadi di Nusan-
                   tara secara resmi sejak tanggal 20 Maret 1602, saat pemerintah
                   Belanda atas persetujuan Staten Generaal memberikan hak (octrooi)
                   untuk berdagang sendiri (monopoli) pada Vereenigde Oostindische
                   Compagnie (VOC) di wilayah Nusantara  (Hindia Timur). Sepe-
                   ninggal VOC, fenomena ini terus berlanjut di daerah jajahan, sejak
                   dari Gubernur Jenderal Belanda pertama,  Daendels (1808–1811),
                   diselingi oleh penguasaan Inggris di bawah Gubernur Thomas Stam-
                   ford Raffles (1811–1816),  hingga  Gubernur  Jenderal Belanda yang
                   terakhir, Tjarda van Starkenborgh Stachouwer, mengadakan kapitalisasi
                   dengan penguasa Jepang di Kalijati pada 9 Maret 1942, bahkan sampai
                   Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia pada 17 Agustus 1945
                   (Ibrahim, 2009: 11). Selama kurun waktu tersebut, praktik monopoli
                   dan persaingan usaha tidak sehat terus-menerus dilakukan di Nusantara.
                       Setelah kemerdekaan, dasar-dasar pengelolaan perekonomian
                   negara diatur dalam Konstitusi Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945
                   (UUD 1945). Hukum nasional yang mengatur secara khusus mengenai
                   persaingan  usaha belum ada, tetapi pemberlakuan Kitab Undang-
                   Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan Kitab Undang-Undang
                   Hukum Dagang (KUHD) sebagai aturan hukum yang diadopsi peme-
                   rintah penjajah Belanda menjadi dasar dalam menegakkan persaingan
                   usaha  di kala  itu.  KUH Perdata  mengatur  mekanisme melakukan
                   hubungan  hukum antarpelaku usaha,  termasuk  persaingan  usaha
                   yang baik. Misalnya, pasal-pasal  dalam Buku  III  tentang perikatan,
                   seperti Pasal 1338 ayat (4) KUH Perdata yang menyatakan bahwa
                   dalam melaksanakan perjanjian dengan iktikad baik, atau Pasal 1365


                                                    Bab 2 Politik Hukum Persaingan Usaha  11
   18   19   20   21   22   23   24   25   26   27   28