Page 103 - Wabah (KUMPULAN CERPEN)
P. 103

yang mewawancarainya, setelah dia dianugerahi pahlawan
               kemanusian, sertifikat yang ditandatangai presiden, uang
               satu karung, dan pacul emas. Ia menjadi satu-satunya ma-
               nusia penggali kubur yang masih hidup di negeri ini. Nama
               sarjana penggali kubur itu tiba-tiba tenar, mengharumkan
               almamaternya, mengharumkan nama Blawong, desa kelahi-
               rannya. Fotonya saat mahasiswa menjadi demonstran, foto
               saat dia berdasi kerja di jasa keuangan yang mirip bank plecit,
               dan foto heroiknya saat memanggul cangkul lengkap dengan
               baju APD yang seperti astronot, tiba-tiba viral di medsos.
               Orang-orang yang dulu menjauh, sekarang mengaku kenal
               dekat padanya.
                   Sampai suatu hari, secara mengejutkan, ia mogok tak
               mau kuburkan jasad seseorang, meskipun keluarganya me-
               raung, menangis, membujuk pria Blawong itu tanpa henti.
               Terdengar suara amarah Tarman dengan nyaring seperti
               serigala, menembus pohon dan dinding-dinding rumah.
               Orang-orang desa menyemut berduyun-duyu ke kuburan.
               Rupanya mereka terkejut Tarman kembali bisa bicara lan-
               tang setelah sembilan bulan lebih jarang bicara dan agak
               gagu. “Sudah kubilang padamu Asih, suruh bapakmu yang
               sudah jadi mayat itu menggali kuburannya sendiri. Aku tak
               sudi. Dia sudah melecehkan dan mengutukku jadi penggali.
               Kau bisa kuburkan sediri dengan bego.” Teriaknya seperti
               lolongan.
                   Wartawan pun datang. Rektor almamaternya juga
               datang. Lurah datang. Bupati datang. Polisi datang. Tentara
               datang. Ustadz datang. Orang-orang berdengung. Mereka


                                       85
   98   99   100   101   102   103   104   105   106   107   108