Page 29 - _Manusia_dan_Sastra_Fix-Antologi_Cerpen
P. 29
Kuambil buku catatanku, tak kuhitung berapa lama
aku meninggalkannya, mungkin ia juga merasakan kesepian
-sesepi diriku. Baiklah! Pagi ini, aku akan kembali memasuki
dunianya.
***
Pagi itu ketika embun suci belum menguap termakan sinar
mentari, juga ketika kokok ayam belum lama berhenti, ia
mendekatiku. Apakah ini sudah menjadi waktunya, waktu
bagiku terjamah olehnya? Tidak, aku jangan terlalu
berharap, aku takut akan sakit yang kurasakan seperti
halnya kemarin, ketika harapan semakin tinggi maka
semakin tinggi pula derita yang aku rasai. Tapi harusnya aku
berani menanggung segala apa yang terjadi, aku wajib
menjaga harapan itu dengan landasan cinta, ketika derita
berdasar cinta maka ia takkan terasa, sebagaimana derita
bunda manusia mengandung bayinya yang dirasa hanya
bahagia.
Ia semakin mendekat dan merengkuh tubuhku,
membuka lembar demi lembar isiku yang masih banyak
kekosongan berapologikan kebersihan, badanku terasa
bergetar disentuh olehnya, ingin rasanya aku berlari keluar
rumah dan berteriak sekuat-kuatnya untuk melepaskan
kelegaan rasa bahagia yang selama ini menyesak di dada,
sebagaimana teriakan cinta yang biasa dilakukan gadis
“Manusia dan Sastra” Antologi Cerpen Teater Getir UNSIQ
29

