Page 152 - Perempuan Penggemar Keringat (2002)
P. 152
141
"Berbicara dengannya? Apa dia mau?" Erna ragu.
"Kalau dia tidak mau, tap! terus ingin berbicara de
ngannya, kita akan dianggap sebagai pengganggu yang
membuatnya marah," lanjutnya.
"Tapi, kita coba dulu. Tolonglah, aku tersiksa dengan
ganguannya. Apa lagi yang diganggunya hanya aku se-
hingga aku seperti orang gila di keluarga ini," ujarku.
"Baiklah, tapi besok Minggu saja karena aku harus
menyiapkan
"Menyiapkan? Menyiapkan boneka atau kotak jelang-
kung atau menyan? Aku tak mau kamarku bau menyan," ku-
potong pembicaraannya.
"Siapa yang mau bawa alat-alat seperti itu? Kuno! Aku
pulang mau menyiapkan makanan untuk kucingku di ru-
mah." Dia pergi begitu saja dan aku pun hanya diam. Su-
asana menjadi sepi dan dingin. Aku pergi ke ruang tengah
menonton TV, saat asyik menonton tiba-tiba tape di sisi ka-
nan TV menyala dan terdengar lantunan lagu Jude
"Ehm ... e ... apa maumu?" Aku bicara, tapi tak ada su-
ara menyahut. Hanya suara tape yang terdengar dan tape
mati dengan sendirinya tepat di akhir lagu.
♦**
"Nah, sekarang kita sudah di kamarmu dan kita mulai
sekarang. Tapi, aku mau lihat foto itu dulu," ujar Erna. Se-
gera kubuka lad itu dan kusodorkan foto itu pada Erna.
"Cantik, apa ini saudaranya?" tanya Erna mengamati
foto itu.
"Entahlah." Lalu, kami duduk di lantai dan bersikap te-
nang.
"Coba kau mainkan gitarmu!" Ema memecah hening.
Kuturuti kemauannya, kupetik gitarku menatunkan lagu
"Jude", hantu itu pun bernyanyi, tanganku terasa licin di se-
nar gitar karena keringat dinginku.
"Halo, apa kabar?" Erna memboka peccakapan dan kur

