Page 155 - Perempuan Penggemar Keringat (2002)
P. 155
ANGIN, JAN6AN BAWA ANGANKU
Hary Cahyadi
Kulangkahkan kakiku menuju taman kota sambil merapat
kan mantel kasmirku. Senja di Paris begitu lengang. La-
ngit kelabu bergetaran dipermalnkan angin. Orang-orang de-
ngan sweater atau mantel panjangnya berlalu lalang. Aku
terus berjalan sambil sesekall manatap tepian Sungai Seine
yang pucat, membelah Paris yang ditumbuhi bebangunan
kuno dan antik dari abad pertengahan. Setahun telah berla
lu, tap! kisah Itu maslh tertata rapi dalam anganku. Desem-
ber yang dingin dan beku mencalrkan kenangan. Angin se-
makin kencang. Tak terasa dua butir air mata bergulir
membasahi pipiku.
Aku baru pulang dari mal dengan membawa beberapa
barang belanjaan. Aku menuju mobil yang kuparkir tidak ja-
uh di seberang jalan. Sambil beijalan, kulamunkan rencana-
ku hari itu. Kubayangkan segeias kopi hangat menemaniku
sambil membaca novel yang baru kubeli. Namun, tiba-tiba
sebuah Pontiac biru dengan kecepatan tinggi melabrakku.
Tanpa mampu menghindar, malapetaka menerkamku begitu
cepat. Aku rebah di bahu jalan. Tak ada lagi yang dapat
kuingat setelah itu.
Saat tersadar, aku tahu aku berada di rumah sakit. Aku
terbaring di kamar berbau obat. Aku berusaha membuka
mata, tapi sulit. Mataku dibalut perban. Gelap, begitu gelap.

