Page 167 - Perempuan Penggemar Keringat (2002)
P. 167

158




         Anisa adalah musuh besar Ines.
              "Mau ikut?" ternyata Yo menegurnya waktu ia membu-
         ka pintu mobil sport biru yang berhenti tepat di depannya.
         Lia terperangah dan menggeleng pelan.
              "Tidak usah, rumahku jauh," jawab Lia.
              "Nggak apa-apa. Rumahku juga jauh, lag! pula aku be-
         lum hafal  benar kota Jakarta in!. Kamu bisa  membantuku
        'kan, nona manis?" tanyanya.
              "Ah, nona manis. Itukah panggilanku menurutnya," ka-
         ta Lia dalam hati.
              "Baiklah," putus Lia akhirnya.
              Yo hanya tersenyum kecil. Jantung Lia langsung berde-
         bar kencang.
              "Oh Tuhan, itukah senyum pangeranku," teriak Lia.
              "Kamu pendiam sekali," lagi-lagi Yo membuka suara.
         Lia hanya tersenyum kecil. Kemudian, dia melihat Yo me-
         ngeluarkan sebatang rokok dari saku bajunya.
              "Oh Tuhan. Padahal, aku berharap agar pangeranku ti
         dak menyukai hal-hal seperti itu. Aku berharap pangeranku
         adalah seorang penganut agama yang taat, bukan seperti di
         depanku ini," sahut Lia terkejut.
              "Kamu merokok," tanya Lia sungkan.
              "Kamu tak suka," ia balik bertanya pada Lia.
              "Bukan begitu, tapi merokok itu  kan tidak baik  bagi
         kesehatan," jawabku formal.
              "Aku terlanjur suka. Susah menghilangkannya," jawab
         Yo tanpa menoleh padaku.
              Mungkinkah aku melarangnya, tapi apa hakku. Aku bu
         kan apa-apanya^ jadi ..., Lia tak meneruskannya.
              "Rumahmu di mana?" tanya Yo lagi.
              Lia  menyebutkan alamat rumahnya dengar* lengkap,
         kelihatannya Yo tidak tahu karena la diam saja. Lia meng-
         erti, itu  mungkin karena dia tidak tinggal di kawasan pe-
         rumahan realestat seperti Yo. Setelah ituv hening lama sekatr
   162   163   164   165   166   167   168   169   170   171   172