Page 197 - Perempuan Penggemar Keringat (2002)
P. 197

188



               Aku bangkit dan smenglkuti langkahnya, pelan-pelan,
         dengan sangat enggan. Aku menghela napas, hampir tiga
         tahun, dan aku belum juga bisa inerelakan kepergiannya,
         aku bahkan menutup diriku dengan dunia luar, tak ingin-se-
         orang pun menggantikan tempatnya di hatiku. Aku meng-
         hentikan langkahku, lalu berbalik menatap langit di atasku.
         Dari seribu bintang di atas sana, aku ingin satu saja jatuh
         sebagai pertanda permohonanku dikabulkan, aku ingin ber-
         temu Galang untuk terakhir kalinya. Lalu aku membalikkan
          punggungku, hendak masuk ke dalam. Tapi sekilas aku meli-
         hat kilatan bintang jatuh. Aku menoleh lagi dan kecewa tak
         dapat melihat apa-apa, lalu aku berjalan masuk.
               Aku merasakan sesak yang sangat dalam dadaku, ra-
         sanya seperti mau meluap keluar, aku ingin menjerit supaya
          kegalauan ini  berhenti mendesak kesana-kemari. Tiba-tiba
         kepalaku pening, pegangan tangga yang sedang aku pegang
         tak dapat kurasakan. Lalu aku merasa tubuhku limbung ke
         samping, terguling dan menghantam pinggiran anak tangga,
         suara-suara berputar di sekelilingku. Tiba-tiba aku berdiri di
          kamar Galang, remang-remang dalam cahaya bulan yang
          keperakan. Mataku  berkedip-kedip, membiasakan dengan
          suasana remang-remang itu. Samar-samar aku mendengar
          suara lonceng kecil berdenting perlahan di belakangku, se-
          makin lama semakin jelas dan dekat, aku menoleh dan men-
          dapati Galang berdiri di sana. Aku terpana sejenak, tapi lalu
          aku melompat dan memeluknya. la balas memelukku, aku
          menangis dan tak hentl-hentinya mengatakan ia jahat.
               "Kamu jahat! Mereka jahat! Kenapa mereka bohong
          padaku?  Katakan padaku, mereka bohong, kau masih hi-
          dup, anak jelek!" aku tertawa dalam tangisku dipelukannya.
               Ia melepas pelukannya dan menatapku, pandangannya
          dalam sekali. Ia menggeleng pelan. "Tidak, mereka tidak bo
          hong, Rin," ucapnya pelan.
               Diangkatnya kedua tanganku, kulihat sebuah rantai be-
   192   193   194   195   196   197   198   199   200   201   202