Page 198 - Perempuan Penggemar Keringat (2002)
P. 198
189
si membelenggu tangannya dan kedua kakinya, tertahan pa-
da sebuah bola besi hltam yang berkllat. Aku mundur se-
langkah, terkejut dengan apa yang kulihat.
"Kenapa?" tanyaku nyaris bersuara.
"Rin, kenapa kamu nggak merelakan aku pergi?"
Kami sama-sama diam, lalu ia meneruskan." Kamu
llhat, rantal Ini adalah ketidakrelaanmu melepas kepergian-
ku, dan karenanya, aku nggak bisa pergi dengan bebas ..."
suaranya bergetar perlahan.
Aku terisak. Sedih, marah, kecewa, semua berguiat da-
lam batinku.
"Bagaimana aku bisa merelakan kepergianmu, biiang
padaku! Aku bahkan tldak sempat meiihatmu untuk terakhir
kalinya!" jeritku.
"Aku menunggumu pulang, Rin, tapi aku nggak kuat,
maafkan aku" Matanya yang bening seoiah berbicara ten-
tang maksud perkataanya. Sorot matanya begitu dalam, se
oiah menembus jantungku. Serentak aku tersadar, kenapa
aku tak mau berpikir jernih selama ini? Dia berjuang berta-
han untukku, tapi aku tak pulang juga. Aku jatuh dan mulai
menangis semakin keras.
"Maafkan aku, Lang, aku nggak berperasaan. Aku yang
salah bikin kamu menderita lebih lama. Harusnya kamu
nggak periu nunggu aku. Penderitaanmu jadi lebih lama, tapi
kamu menungguku, dan aku masih juga nggak menghargal
perjuanganmu itu!" aku semakin keras menangis, aku me-
nyalahkan diriku sendiri ....
Ia mendekatiku, beriutut di depanku, dengan lembut
diangkatnya wajahku dengan telunjuknya yang dingin.
"Retakan aku pergi, Rio, jangaft terpaku padaku, hidup-
mu maslf^ panjang, belajariahs mencintai oraog lain, dan
tumbuhlah dengan normal seperti yang kita perjuangkan
bersama selama beFtahun-tahun," ucapnya dengan suara
penuh perhatian.

