Page 115 - Microsoft Word - AA. Navis - Rubuhnya Surau Kami _Kumpulan Cerpen_
P. 115
Demikian besar wibawanya. Hingga kalau sekelompok orang mengobrol selagi kerja di
bengkel itu, lalu di antaranya membisikkan: "Sssst. Si Topi Helm," maka berjungkir
baliklah mereka bekerja dengan tekunnya. Kadangkala ini menjadi olok-olok. Misalnya
sekelompok orang mengobrol, lalu seseorang menyebut Si Topi Helm dengan tiba-tiba,
tunggang langganglah mereka ke tempat kerjanya kembali. Dan pura-pura asyiklah
mereka bekerja, seolah-olah mereka sejak dari tadi benar-benar bekerja. Tapi tahu-
tahu kedengaranlah tawa terbahak-bahak. Maka tahulah mereka bahwa ada yang
berolok-olok dan mereka telah tertipu.
Karena seringnya olok-olok demikian dilakukan, akhirnya orang selalu curiga akan
bisikan "sssst, Si Topi Helm."
Tapi pada suatu hari olok-olok itu menyebabkan seorang masinis turun pangkat jadi
stoker kembali. Biasanya untuk membersihkan bagian bawah dari sebuah lok kereta api
hanya dilakukan oleh dua orang saja. Lok itu berdiri di atas sebuah lobang yang
panjang, hingga orang-orang dapat bekerja tegak untuk membersihkan di sebelah
bawahnya. Tapi masinis, yang badannya besar hingga di panggil "Kingkong" oleh buruh
lainnya, setelah masuk ke lubang itu untuk memeriksa, ia tidak keluar lagi. Ia
mengobrol dulu memenuhi kebiasaannya. Obrolannya makin lama kian enak, sehingga
mereka tertawa kesenangan. Dan…. memeriksa, ia mendengar betapa meriahnya
suasana dalam lubang di bawah lok itu, orang-orang lain yang sedang bekerja di bagian
lain lok itu ikut pula masuk ke lubang itu.
Sedang si masinis asyik mengobrol dengan segala geraknya yang lucu,tanpa setahunya
Tuan O.M. sudah ada dekat lok yang sedang di bersihkan itu. Didengarnya saja obrolan
bawahannya itu diam-diam. Tiba-tiba salah seorang di antara orang-orang yang di
dalam lubang itu melihat sepatu dan celana coklat Tuan O.M. dari celah-celah jari-jari
roda lok, lalu dengan ketakutan dia berbisik, "Sssst Si Topi Helm." Serentak rubu rubai,
antara percaya dan tidak mereka sepura asyik bekerja. Ada yang membersihkan roda,
ada yang membersihkan as, malah diantaranya ada yang mengetok apa saja yang
dirasanya patut diketok. Tapi masinis melihat betapa takutnya orang-orang oleh
bisikan yang berbisa itu, jadi tertawa terbahak-bahak sendiri. Lucu benar dianggapnya
tingkah laku mereka itu.
"Hm. Apa yang kalian takutkan? Si Topi Helm?" Ia mengejek. " Apa pula yang ditakutkan
pada si pendek itu. Patutnya padaku kalian takut, Si Kingkong ini. Tidak pada Si Topi
Helm yang pendek seperti kera itu kalian takut. Puahhh. Kalau sekarang ada Si Topi
Helm itu di sini, aku patahkan lehernya. Seperti kingkong mematahkan leher kera
tentunya. Ha ha haaa. Kalian benar-benar, ada saja seseorang berkata: 'Sssst Si Topi
Helm', waaahhh kecutlah ekor kalian seperti anjing ketemu singa. Adukan sama
Kingkong, Kawan. Adukan sss..."
Ia tak jadi menyudahkan kalimatnya. Karena tiba-tiba didengarnya orang mendehem.
Dan dehem itu dikenalnya. Lalu diintipnya dari antara roda-roda lok ke arah datangnya
dehem itu. Terbitlah kecutnya. Hilanglah segala omongannya yang besar tadi. Tak
seorang pun yang berani ketawa, meski seharusnya mereka bisa ketawa melihat
betapa kecutnya kingkong melihat kera. Belum sampai sempat masinis itu berpikir,
Tuan O.M. sudah pergi dari situ. Maka seorang demi seorang keluarlah dari bawah
lubang itu. Kembali ke tempat kerja masing-masing. Selagi belum sempat masinis

