Page 119 - Microsoft Word - AA. Navis - Rubuhnya Surau Kami _Kumpulan Cerpen_
P. 119

seorang ke yang lain setiap Pak Kari memburunya. Kegembiraan pun bangkitlah.
                   Tukang rem yang tertidur pun bangun, demikian juga penumpang. Semua tertawa dan
                   bersorak-sorak kegirangan. Tapi Pak Kari tidak. Malah marahnya bangkit keluar dari
                   endapan kesabarannya yang terkenal. Dicabutnya pisaunya. Dan dia mengancam siapa
                   saja yang berani menghina topi helmnya.

                   Maka semenjak itu topi helm itu punya kewibawaan lagi. Tak seorang pun yang berani
                   mempermainkan topi helmnya. Menjadi kalap ada perlunya juga untuk menghentikan
                   keberanian orang-orang yang perkasa, pikir Pak Kari lama kemudian setelah ia sadar
                   bahwa kawan- kawannya tak lagi mau menggoda ia dan topi helmnya.

                   Akan tetapi pada suatu hari yang tak baik baginya, Pak Kari dinas pagi lagi dengan
                   kereta api pertama ke Kayutanam. Ia mendapat tempat pada gerbong terakhir.
                   Sedangkan hujan terus turun semenjak tengah malam. Pagi itu masih meninggalkan
                   renyainya, hingga rel baja yang keras itu menjadi licin sekali. Itu artinya setiap tukang
                   rem yang menempaati setiap gerbong harus bekerja lebih hati-hati. Dan peluitlok
                   sering-sering dibunyikan masinis bila dirasakannya kereta berjalan melebihi
                   kekencangan yang diperlukan, agar setiap tukang rem lebih mengeratkan remnya.
                   Gerbong Pak Kari baru saja mendapat tukaran bantalan rem yang baru, sehingga
                   sedikit saja handel rem ditekannya telah menyebabkan roda-roda berbunyi seperti
                   suara tikus mencicit. Dan Pak Kari harus melihat keadaan roda dengan bergantungan di
                   tangga gerbong, untuk mengetahui apakah bunyi tiu karena pergeseran rem dengan
                   roda atau karena pergeseran roda dengan rel. Jika bunyi itu ditimbulkan oleh
                   pergeseran roda dengan rel, itu artinya roda sudah berhenti berputar. Bisa-bisa pada
                   suatu tikungan yang tajam, roda itu keluar dari rel. Dan itu berbahaya sekali. Kalau
                   roda berhenti berputar, rem mesti dilonggarkan sedikit. Kalau masih berbunyi harus
                   dilihat lagi keadaannya. Begitulah ia lakukan berulang-ulang pada setiap peluit lok
                   dibunyikan masinis.

                   Peluit lok terus juga berbunyi pendek-pendek untuk memberi peringatan agar rem
                   setiap gerbong lebih dikencangkan. Pak Kari mengikuti perintah itu. Rem di tekan
                   lebih kencang. Tapi rodannya bercicit bunyinya. Lalu ia melihat dengan berjongkok di
                   tangga gerbong. Biasanya ia bergayut dengan punggung ke arah luar gerbong, tapi kali
                   ini ia bergayut dengan menggunakan sebelah tangannya agar ia dapat lebih jelas
                   melihat roda di pagi yang masih remang-remang itu. Dan tiba-tiba ia sadar bahwa
                   kereta api sedang memasuki jembatan yang berpelengkung. Lalu ia menarik badannya
                   agar tidak disambar pelengkung itu ...

                   Barulah ketika kereta api sudah sampai di stasiun kecil di desa Kandang Ampat, orang
                   tahu bahwa Pak Kari tidak lagi di tempatnya. Seorang tukang rem mengatakan, bahwa
                   saat terakhir ia melihat Pak Kari ketika kereta api akan menempuh jembatan
                   berpelengkung setelah air mancur terlewati. Ia melihat Pak Kari berjongkok sambil
                   bergayut dengan sebelah tangannya. Bergalaulah suasana setelah mendengar
                   penjelasan tukang rem itu. Ingatan orang kembali pada peristiwa beberapa tahun yang
                   lalu. Seorang tukang rem disambar pelengkung jembatan itu pada kepalanya ketika
                   berjongkok-jongkok melihati keadaan roda. Persis seperti yang dilakukan Pak Kari di
                   jembatan itu juga. Dan tukang rem itu, Si Buyung, akhirnya ditemui sejauh satu
                   kilometer di hilir Batang Anai. Tersekat pada sebuah batu besar. Tak bernyawa lagi.
   114   115   116   117   118   119   120   121   122   123   124