Page 118 - Microsoft Word - AA. Navis - Rubuhnya Surau Kami _Kumpulan Cerpen_
P. 118
Beruntunglah Pak Kari karena kewajiban memakai topi dinas model petani itu tidak
lama berlangsung. Meski topi itu sangat berguna untuk melindungi kepala dari terik
matahari dan guyuran hujan. Akan tetapi topi itu tidak praktis dipakai oleh tukang rem
di daerah pegunungan, yang seringkali memeriksa roda apakah masih berputar atau
terhenti karena dicekam rem pada waktu kereta api meluncur di penurunan. Karena
kalau rel yang licin di kala hujan, roda gerbong yang terlalu kuat dicekam rem akan
terhenti berputar, namun kereta api terus meluncur juga, akan bisa menyebabkan
gerbong terlepas dari rel bila tiba di tikungan. Akan tetapi bila gerbong tidak direm,
kereta api akan kian kencang meluncur. Dan itu akan lebih berbahaya lagi. Oleh
karena itulah tukang rem harus sering-sering melihat keadaan roda. Caranya ialah
berjongkok di tangga gerbong, tangan bergayut pada pegangan besi di tangga, lalu
merendahkan kepala sehingga badan dan kepalanya itu berada di luar bidang gerbong.
Pada saat seperti itulah topi dinas terlepas dari kepala tukang rem itu. Atau kalau
diletakkan saja pada lantai bordes di kala hendak melihat keadaan roda, topi itu akan
sering diterbangkan angin. Sehingga banyaklah tukang rem yang kehilangan topinya.
Dan sejak itulah tukang rem tidak lagi wajib mengenakan topi dinasnya. Konon ketika
tukang rem pertama yang kehilangan topinya tidak dikenakan sanksi oleh sep mereka,
maka Pak Kari buru-buru kehilangan topinya pula dengan melemparkannya pada saat
yang tepat. Dan sejak itu, topi helm kembali menghiasi kepala Pak Kari. Pak Kari yang
penyabar seolah mendapat kemenangan dan harga dirinya kembali.
Lambat laun kemenangan Pak Kari tiba juga di puncaknya setelah ia melepaskan
kesabarannya yang terkenal itu. Dengan puncak kemenangannya itu, martabat topi
helmnya menjadi senilai dengan masa Tuan O.M. memakainya dulu.
Kejadiannya ketika Pak Kari dengan beberapa tukang rem lainnya dalam perjalanan
bede dari Kayutanam ke Padang Panjang. Jalan kereta api menanjak menyusuri
dinding bukit di Lembah Anai. Pada waktu itu, hanya sepertiga dari jumlah tukang rem
yang berdinas. Lain halnya jika kereta api yang menjalani rel yang menurun dari
Padang Panjang ke Kayutanam yang memerlukan seorang tukang rem pada setiap
gerbong. Maka ketika kembali ke Padang Panjang, dua pertiga dari jumlah tukang rem
menjadi bede itu umumnya mengisi gerbong penumpang kelas tiga, kalau memang
gerbong itu tidak banyak penumpangnya. Banyak di antaranya yang duduk tertidur.
Tapi ada kalanya juga mereka sempat tidur berbaring di bangku panjang.
Pak Kari di kala itu dapat tidur membujur pada bangku panjang di bagian tengah. Topi
helmnya menutup mukanya. Dalam tidurnya ia bermimpi, bahwa ia benar-benar telah
jadi Tuan O.M. Berwibawa dan ditakuti oleh semua bawahannya. Ketika ia pulang
kerja, alangkah kaget istrinya melihat Pak Kari telah jadi O.M. Dan dalam mimpinya
itu juga, rasanya istrinya persis menyerupai Nyonya Gunarso yang cantik. Maka
dipeluknya istrinya itu kuat-kuat. Tapi ketika ia memeluk badannya miring dan
jatuhlah topinya ke lantai gerbong.
Persis ketika itu, lewatlah seorang tukang rem lainnya. Dan seolah tak sengaja
tersepaklah topi helm itu. Dan Pak Kari yang sudah tersentak bangun melihat topinya
melayang. Diburunya topi itu. Tapi topi itu jatuh menimpa pangkuan tukang rem yang
sedang tertidur di sudut gerbong. Ia terbangun. Secara refleks ia melemparkan topi
itu. Jatuh ke tangan seseorang setelah melalui kepala Pak Kari yang memburu. Pak
Kari balik mengejar. Tapi topi itu terbang ke tangan lain. Dan terus berpindah dari

