Page 26 - Microsoft Word - AA. Navis - Rubuhnya Surau Kami _Kumpulan Cerpen_
P. 26
diperhitungkan dulu. Perhitungan antara aku dan kau," kata perempuan itu tanpa
kehilangan gayanya yang ketus.
"Iyah," kata laki-laki itu lagi dengan gaya yang meminta belas kasihan. "Ketika lama
sesudah aku menceraikan kau dulu, aku telah menyesal." Namun tak ada kata-kata
keluar dari mulutnya selain hanya menyebut nama perempuan itu.
"Sekarang kau datang kemari, hanya untuk merusak."
"Kau tahu aku akan datang?"
"Tahu. Tapi aku selalu berusaha supaya kau tak jadi datang. Tapi aku tak bisa
mencegahmu datang."
"Mengapa kau mencegahku?"
"Kedatanganmu merusak."
"Tapi aku sudah tobat. Aku sudah lama menyediakan hidupku untuk kebaikan. Aku
sudah lama mengerti apa gunanya dan bagaimana orang harus hidup."
"Tapi kedatanganmu kemari tetap membawa dosa."
"Membawa dosa? Kenapa dosa kubawa? Bukankah aku diminta datang kemari untuk...,"
ia terhenti sejenak. Tapi kemudian disambungnya lagi. "Maksudku aku datang untuk
minta maaf anakku. Demi kebahagiaan anakku dengan istrinya."
"Istri Masri anakku. Juga anakmu," kata perempuan ketus.
"Iyah," kata laki-laki itu terpekik dalam suaranya yang parau. Dan tiba-tiba tububnya
gemetar, kemudian layu terkulai ia di sandaran kursi. Tak dapat ia berkata sepatah
pun lagi. Pikiran dan perasaannya menampak bayangan kacau yang bertelau-telau
tiada berbentuk apapun. Memenuhi segala ruang. Lama sekali begitu. Dan ketika sadar
pada dirinya lagi, ia tak berani menyalangkan matanya untuk melihat kenyataan di
sekitarnya. Ia mau mencoba berpikir dan menimbang-nimbang segala yang terjadi dan
teralami oleh dirinya sendiri.
"Pahit kau menerima kenyataan ini? Demikian juga aku. Ketika aku tahu mereka
bersaudara kandung, sejak itu sampai sekarang, aku sediakan diriku dipukuli kutukan.
Rela aku menderita segala dosa-dosa ini, asal mereka tetap bahagia." Suara Iyah
memasuki rumpun telinga laki-laki yang tersandar nanar di kursi.
"Mengapa tak kaukatakan?"
"Mengapa aku katakan?"
Dan laki-laki tua itu membuka matanya dan bertanya lagi. "Bukankah itu dosa?"
"Benar. Bagi siapa yang tahu."