Page 34 - Microsoft Word - AA. Navis - Rubuhnya Surau Kami _Kumpulan Cerpen_
P. 34

"Baik." kata si kekar sambil menyelesaikan menggulung lengan kemejanya. Kemudian
                   dia kepalkan tinjunya sambil menyurutkan langkah selangkah. Siap untuk berkelahi.
                   Tiba- tiba dia lihat sesuatu yang berkilat di tangan si kurus. "Apa itu?" tanyanya.

                   "Pisau," jawab si kurus tegas.

                   "Oh. Kau berpisau? Itu curang namanya." kata si kekar seraya menyurutkan kakinya
                   selangkah lagi.

                   Tak ada jawab si kurus.

                   "Kalau kau main curang, buat apa kejantanan? Aku tidak mau berduel dengan orang
                   curang." kata si kekar.

                   "Kencing kau." carut si kurus untuk menghina.

                   Si kekar kehilangan nyali. "Kalau aku tahu kau bawa pisau ......."

                   Dan angin bertiup lagi. Dedaunan berdesauan pula. Kini seperti bersorak girang atas
                   kemenangan orang kecil atas keangkuhan orang besar.


                   Lama kemudian si kekar berkata lagi, tapi dengan suara yang kendor. "Aku orang
                   terdidik. Terpandang pada mata ma- syarakat. Aku tidak mau mati terbunuh oleh
                   sahabat karib- ku sendiri. Tak aku sangka, kau mau membunuhku."


                   "Mestinya aku ludahi wajahmu. Tapi apa gunanya menghina orang yang kalah?" kata si
                   kurus dalam hati. Seketika ada pikiran yang mengganggunya, bagaimana kalau si kekar
                   jadi pemenang. "Pasti seperti pemenang pada perang saudara."

                   "Maksudku, hanya ingin menyelesaikan persoalan antara kita. Bukan untuk berbunuh-
                   bunuhan. Karena kita berhabat karib." kata si kekar dengan suara lirih.

                   Si kurus membalikkan badannya. Lalu melangkah ke arah mereka datang tadi. Tidak
                   tergesa-gesa. Juga tidak pelan.

                   "Tunggu. Tunggu aku." seru si kekar. Karena si kurus terus menjauh, dia mengikuti
                   dengan langkah panjang-panjang. "Jangan kau salah mengerti. Sebenarnya aku tidak
                   hendak berkelahi. Apalagi dengan kau." katanya setelah dekat.

                   Si kurus tidak menjawab. Dia terus berjalan tanpa mem- lambatkan langkah. Si kekar
                   terus juga bicara tentang pe- nyesalannya mengajak si kurus ke tempat yang sepi itu.
                   Kemudian katanya: "Aku minta maaf sebesar-besar maafmu.


                   Kau mau, bukan?" Karena si kurus terus tidak berkata, di pegangnya tangan si kurus.
                   Tapi si kurus merenggutkan tangannnya dari pegangan itu. Terperengah berdiri si
                   kekar beberapa saat.
   29   30   31   32   33   34   35   36   37   38   39