Page 41 - Microsoft Word - AA. Navis - Rubuhnya Surau Kami _Kumpulan Cerpen_
P. 41

"Otang, cobalah kau tempatkan dirimu sebagai si Atun, atau sebagai aku sendiri
                   ketika bencana itu tiba. Apa mungkin kami melawan? Apa mestinya kami mengadu
                   padamu, supaya Si Talib yang berkuasa itu kau hajar?" kata ibu mertuanya setelah
                   gelegak darah Otang mulai mereda.

                   Otang tidak terhibur. Setumpuk sesal menghimpit dirinya. Menyesal dia tidak ikut
                   memanggul senjata melawan APRI. Kalau dia jadi tentera PRRI, pasti dia akan
                   menembak APRI semacam Buter Talib itu. Dua hal yang tidak mampu dia sesali.
                   Pertama dia pulang kampung karena alasan solider pada Pak Natsir. Kedua karena
                   Atun begitu cantiknya. Tapi membawa isteri dan anaknya pulang kampung karena
                   yakin PRRI akan menang perangnya, adalah salah perhitungan yang paling disesalinya.

                   Dia marah pada Buter Talib. Marah sekali. Juga benci dan jijik. Tapi nyalinya hilang
                   demi melihat semua orang berbaju hijau, seperti Buter Talib lebih-lebih. Dia sadar,
                   bahwa dia bukan laki-laki yang jantan. Karena dia tidak pernah belajar jadi jantan,
                   sejak dari sekolah sampai ke Florida sana. Dia hanya mendengar dan menerima apa
                   kata guru dan kata buku.

                   Maka ketika Bupati Kasdut, teman sekolahnya dulu yang kapten pangkat militernya,
                   datang inspeksi ke kecamatan, Otang menemuinya. Diceritakannya perilaku tentera
                   pada penduduk......."Kalau cara APRI datang membebaskan daerah ini menjunjung
                   rasa kemanusiaan berbangsa, tiga bulan saja PRRI sudah habis. Tapi karena tentera
                   bersikap ganas, merampok, memperkosa istri-istri orang, perang akan lama. Karena
                   PRRI tidak akan menyerah kepada musuhnya yang ganas, walaupun bertahun-tahun
                   di hutan rimba."

                   "Itu dunia tentera, Otang. Risiko buruk bagi yang kalah perang. Tentera orang awak
                   pun sama ganasnya ketika melakukan operasi militer ke daerah lain." kata Bupati
                   Kasdut yang kapten itu.

                   "Dengan bangsa sendiri mesti berlaku ganas?"

                   "Itu kebijaksanaan komando agar rakyat di daerah mana pun tidak lagi berkhayal
                   untuk berontak."

                   "Menegakkan kebijaksanaan dengan cara yang ganas itu apa APRI dapat menjadi
                   pahlawan yang dicintai rakyat?"

                   "Sampai saat ini kebijaksanaan komando tidak akan berobah." kata Kapten Kasdut yang
                   Bupati itu.

                   Otang lalu ingat slogan masa itu: "Jika takut pada bedil, lari ke pangkalnya." Tak
                   ada gunanya melawan orang yang sedang menang perang. Dan ketika Bupati Kasdut
                   kembali ke kota kabupaten, Otang minta ikut. Dan semenjak itu seisi kampung tidak
                   ada yang tahu kemana dan dimana Otang.

                                                           ***
   36   37   38   39   40   41   42   43   44   45   46