Page 44 - Microsoft Word - AA. Navis - Rubuhnya Surau Kami _Kumpulan Cerpen_
P. 44

Atau kisah kesetiaan Khadijah pada Nabi Muhammad dan sebaliknya. Kalau ada kasus
                   yang aktual, Otang tak lupa mengkajinya dengan menyitir Al-Quran atau Hadist Nabi.
                   Tak obahnya seperti seorang dai yang handal. Adakalanya dibawanya buku agama
                   untuk perempuan-perempuan itu, yang dibelinya di kaki lima simpang Kramat. "Buku
                   ini bagus, Uni. Ada tulisan Arabnya. Ada Latinnya. Berulang-ulang membacanya, kian
                   dekat kita kepada redha-Nya." kata Otang. Taklah lupa pula dia membacakan
                   sebagian isinya. Tentu saja ketika akan pulang, perempuan-perempuan itu mengganti
                   dengan berlipat ganda harganya, di samping memberi biaya taksi.

                   Oleh karena perantau seasal kampungnya banyak di Jakarta, rata-rata yang dapat
                   dikunjunginya tiga empat rumah dalam sehari. Tujuh hari dalam seminggu. Masing-
                   masing dikunjunginya sekali sebulan untuk orang-orang kaya atau pejabat. Sekali dua
                   bulan untuk golongan lain. Pada hari seperti menjelang Idul Fitri atau setiap pedagang
                   atau pengusaha selesai tutup buku tahunan, Otang kecipratan rezeki yang bernama
                   zakat banyak. Oleh orang-orang kaya seperti itulah Otang sampai bisa dua kali ke
                   Mekkah. Sekali dia pergi bersama istrinya. Semua orang memberinya uang. Ada dollar.
                   Ada real. Bahkan yen. Tentu saja ada rupiah. Dan semua dengan iringan basa-basi:
                   "Sekedar pembeli korma." Lumayan banyak. Hampir sebanyak ONH Plus.

                                                           ***

                   Otang jatuh sakit. Kena stroke dan komplikasi lainnya, kata dokter. Di rumah sakit dia
                   dirawat di bangsal. Setelah semalam dia dipindahkan ke ruang VIP. Karena ada
                   banyak kenalannya yang menjamin biayanya. Waktu Si Dali melayat, banyak
                   karangan bunga pada berjajar di gang arah kamar Otang dirawat. Di kamarnya yang
                   luas pun puluhan keranjang hias buah-buahan. Pada setiapnya ada kartu nama. Karena
                   ingin tahu, Si Dali membacai kartu nama itu. Kartu nama pada karangan bunga di gang
                   itu pun dia baca. Ada nama profesor yang top, pengusaha klas kakap, pejabat tinggi,
                   staf ahli menteri dan juga nama Kasdut.

                   Otang membuka matanya ketika Si Dali memanggil namanya dekat ke telinganya. Lama
                   dia menatap Si Dali dengan pandangan yang sayu. Seperti banyak yang akan
                   dikatakannya. Trenyuh juga hati Si Dali. Namun dia tidak menampakkan betapa
                   perasaannya. Dia coba tetap tersenyum untuk meyakinkan Otang bahwa sakitnya tidak
                   gawat. Lama juga Si Dali meremas lembut lengan Otang yang tidak dipasangi alat
                   infus. Sampai Otang memicingkan mata seperti mau tidur.

                   Suara pelan pelayat yang duduk di sice terdengar nyata ke telinga Si Dali. Mungkin
                   juga ke telinga Otang. "Engku Datuk ini manusia langka. Takkan ada penggantinya
                   kalau beliau tak kunjung sembuh." kata yang seorang.

                   "Beliau seperti perangkat komunikaai hidup." ulas yang lainnya lagi.

                   "Tak obahnya seperti Inyik Lunak di kampung kita. Pembawa berita suka dan duka
                   keliling kampung sambil memukul canang yang khas bunyinya karena telah pecah
                   sebagian."

                   "Tapi Inyik Lunak dengan canangnya cuma menyampaikan berita buruk saja." kata
                   yang lainnya lagi.
   39   40   41   42   43   44   45   46   47   48   49