Page 218 - Buku Menyikapi Wajah Minangkabau
P. 218
Tanya : Mengapa?
Jawab : Tidak holeh, itu bukan untuk dimakan.
Tanya : Lhoh, “Tadi kan sudah dipersilahkan”.
Jawab : Betul. Kecuali kepala jamba
Tanya : Tapi tak pernah dengar pengecualian.
Jawab : Tidak diumumkan tapi orang sudah paham.
Tanya : Tahu dari mana?
Jawab : Dari aturan itu sendiri.
Tanya : Aneh orang awak ini.
Jawab : Aneh bagi orang yang buta adat
Tanya : Tapi apa maksudnya?
Jawab : Gulai gadang itu hanya sebagai simbol
Dulu sebelum tahun 1960 orang di sana belum mengenal
pelaminan. Anak Daro dan Marapulai didudukkan berjauhan.
Marapulai duduk bersila dihulu rumah. Anak Daro duduk
bersimpuh diiliran. Kedua mempelai hanya menyapa dengan
kerlingan, sesekali mancilok pandang dengan sudut mata.
Ditampilkan seagung mungkin dengan busana Raja dan Ratu.
Dalam pesta itu mereka untuk dipandang-pandang oleh para
tamu. Walaupun sudah diikat Ijab Qabul, toh hari itu belum
boleh menampakkan hubungan suami istri. Itulah simbol dari
Gulai Gadang tidak untuk dimakan tapi buat ditonton.
Tanya : Sampai kapan?
Jawab : Tunggu beberapa hari lagi. Setelah Kapalo
Jamba dikarek-karek silahkan dimakan. Up to you, tafadhal
bagaimana yang kamu suka.
Tanya : Ooooo, begitu? Artinya saat pemanasan sudah
selesai.
Jawab : Masa bulan madu telah usai.
Tanya : Lantas, kameramen berteriak: “action” !
Menyingkap Wajah 189
Minangkabau
Paparan Adat dan
Budaya