Page 221 - Buku Menyikapi Wajah Minangkabau
P. 221
Tidak adil? terserah apa kata anda, kriminolog
mengatakan, tanpa niat, kejahatan bisa terjadi bila ada
kesempatan. Dengan niat saja kejahatan takkan terjadi, tanpa
peluang. Atau pepatah Jawa berbunyi, “Tresno jalaran soko
kulino”. Cinta akan bersemi melalui pergaulan intim. Sesuai
adagium tersebut, para tetua Minang berupaya menutup
lubang-lubang kesempatan terjadinya tindak kejahatan dan
pelanggaran susila.
Untuk memutus hubungan akrab antara laki-laki dan
perempuan, para duda tanpa istri diwajiban tinggal di surau,
walau punya rumah gadang. Begitu pun anak-anak remaja
lelaki, disuruh pula tidur di surau sambil mendidik mereka
dalam beragama dan beradat. Cara ini sebagai antisipasi
terjadinya kerusakan dalam keluarga berlain jenis. Jangan
terjadi bak bunyi pepatah, “Habih miang dek bagisia, hilang gali
dek galitik”. Dalam peribahasa popular dikatakan, “Alah bisa,
karena biasa”.
Khusus untuk wanita, sungguh banyak petuah dan rambu-
rambu etika dalam pembentukan pribadi kewanitaannya. Di
antaranya, dikutipkan saja sebuah gurindam tentang upaya
penyelamatan begini bunyinya :
Bapadi si Jintan-jintan
Di jamua di lereng kadataran
Masiak dek cayo linduang bulan
Digaro patang jo pagi
Tibo paneh dilingkuik-lingkuik
Datang hujan dikaka-kaka
Sacotok haram kok di ayam
Lah kameh, mangko siyohkan
192
Yus Dt. Parpatih