Page 300 - Buku Menyikapi Wajah Minangkabau
P. 300
Dengan sigap Cindua Mato meloncat ke punggung
Gumarang. Diiringi lambaian tangan selama tinggal, anak
muda itu bertolak ke Sikalawi dalam daerah Teluk Kuantan.
2. Di Bukit Tambun Tulang
Gumarang terangguk-angguk berlari santai. Kawannya
Sibinuang bebadan gendut tak mampu bergerak cepat apalagi
membawa beban. Ada sarang lebah bergayut diperutnya.
Sengaja Cindua Mato mempersiapkannya sebagai pasukan
penyerang manakala ada gangguan diperjanjian nanti.
Kinantan terbang tinggi dalam tugasnya memantau keadaan
sekeliling.
Kala itu diambang sore. Awan di barat merah sago
menandakan pertukaran siang dengan malam. Tak berapa
lama lagi mereka sampai di satu lembah. Ada pondok di tepi
sungai, tempat bermalam. Besok paginya setelah Gumarang
dan Binuang kenyang merumput perjalanan dilanjutkan. Jalan
dan berjalan terus, akhirnya sampai di daerah rawa berbencah.
Hujan rinai rintik-rintik membasahi rumput, di sana jalan
setapak menuju kaki bukit ke situ Gumarang diarahkan.
Tiba-tiba Gumarang meringkik tajam sambil mengangkat
kedua kaki depannya. Binuangpun mengowek, kepalanya
merunduk ekornya dikibaskan dengan mata merah
memandang liar. Bersamaan itu Kinantan terbang rendah
membawa isyarat kalau di depan ada bahaya. Taulah Cindua
Mato sekarang bahwa dia sedang menuju daerah maut Bukit
Tambun Tulang. Dengan penuh hati-hati terus mendaki ke
puncak bukit. Sambil membaca mantera-mantera, segala
kemampuan lahir batin dipersiapkan untuk menghadapi
segala kemungkinan.
Menyingkap Wajah 271
Minangkabau
Paparan Adat dan
Budaya