Page 34 - Buku 9
P. 34
rekognisi dan subsidiaritas, tetapi keduanya tidak tertuang
dalam naskah RUU Desa yang disiapkan oleh pemerintah.
Asas rekognisi-subsidiaritas hadir melalui proses yang
panjang di saat FPPD dan Direktorat Pemerintahan Desa
dan Kelurahan Ditjen PMD menyiapkan naskah akademik
pada tahun 2007. Konstruksi awal yang muncul adalah
bahwa desa merupakan bagian dari daerah, sebab desen-
tralisasi hanya berhenti di kabupaten/kota. Desa menerima
pelimpahan sebagian kewenangan dari kabupaten/kota.
Sejumlah orang mengingatkan bahwa konstruksi itu salah
besar. Ibu Tricahyo berujar bahwa konsep desentralisasi
desa itu tidak benar, tidak ada dalam konstitusi. Prof. Sadu
Wasistiono mengatakan: “Penyerahan kewenangan dari ka-
bupaten/kota itu tidak taat asas. Desentralisasi hanya dari
pusat ke daerah”. Prof. Robert Lawang juga mengingatkan:
“Jangan memandang dan mendudukan desa dengan pers-
pektif desentralisasi dan pemerintahan”. Intinya desa bu-
kan menjadi bagian dari rezim pemerintahan daerah.
Saya sendiri menilai bahwa konstruksi “desa dalam
daerah” merupakan konstruksi residualitas, artinya desa
hanya menerima “sisa-sisanya” daerah, baik sisa kewenan-
gan maupun sisa keuangan dalam bentuk Alokasi Dana
Desa yang diatur dalam PP No. 72/2005. Kemudian saya
menampilkan perspektif subsidiaritas untuk memandang
dan meletakkan desa, yang waktu itu saya maknai sebagai
lokalisasi penggunaan kewenangan dan pengambilan kepu-
tusan di tangan desa, terutama masalah-masalah atau uru-
san yang berskala kecil dan mampu ditangani oleh desa. Na-
IDE, MISI DAN SEMANGAT UU DESA 33