Page 190 - 5f871381b4cd9c6426e115cd17c3ac43
P. 190
166 | Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia 2014
ANGGREK SEBAGAI BIORESOURCES INDONESIA YANG BELUM DIKEMBANGKAN
Anggrek umumnya dimanfaatkan sebagai tanaman hias, contohnya jenis-jenis Dendrobium,
Phalaenopsis, Paphiopedilum, dan Vanda. Namun, sebenarnya banyak manfaat lain dari anggrek yang
belum sepopuler manfaatnya sebagai tanaman hias. Dari penelusuran pustaka tercatat sekita 25 jenis
anggrek di Indonesia yang berpotensi sebagai bahan pangan (5 jenis), pengharum makanan (2 jenis),
kerajinan (3 jenis), pembungkus makanan (1 jenis), perekat (1 jenis), penyubur rambut (1 jenis), dan
obat (12) (Rifai 1975, Heyne 1987).
Anggrek sebagai bahan pangan, di antaranya umbi Habenaria multipartita dengan nama daerah
Jawa uwi-uwi, dimanfaatkan sebagai makanan oleh orang Dieng, sedangkan umbi Habenaria rumphii
diolah menjadi manisan oleh orang Maluku. Buah panili sudah dikenal sebagai pengharum makanan,
ada 2 jenis, yaitu Vanilla planifolia dan Vanilla abundiflora, namun jenis kedua tidak seharum jenis per-
tama, sedangkan getah Vanilla griffithii digunakan untuk menyuburkan pertumbuhan rambut. Umbi
Spathoglottis plicata pun digunakan sebagai shampoo pencuci rambut di beberapa suku di Indonesia.
Rifai (1975) mengemukakan bahwa penduduk lokal di Sukabumi Selatan memanfaatkan daun muda
Ceratostylis latifolia sebagai sayur yang disebut dengan nama daerah Ki Pahit, sedangkan orang Maluku
memanfaatkan daun muda Renanthera moluccana (anggrek merah) yang dicampur dengan garam dan
cuka. Anggrek untuk kerajinan antara lain jenis Diplocaulobium utile atau dahulu disebut Dendrobium
utile di Papua Niugini dan Sulawesi dibuat bahan baku untuk noken atau tas dan gelang tangan. Di
Jawa Barat, umbi semu Cymbidium lancifolim digunakan untuk merekatkan tangkai golok. Anggrek juga
dimanfaatkan sebagai obat, antara lain Apostasia nuda untuk obat diare dan Grammatophyllum scriptum
umbi untuk obat radang kuku.
tidak. Umbi lainnya adalah gadung (Dioscorea Peta persebaran umbi-umbian di P.
hispida) yang umumnya dimakan masyarakat Sulawesi untuk jenis Alocasia, Amorphophallus,
bila terjadi paceklik. Gadung biasa ditanam Dioscorea, dan Tacca berdasarkan ekosistem-
di halaman rumah atau di pagar. Gadung nya dapat dilihat pada Gambar 98. Semua
mengandung racun sehingga harus diproses umbi-umbian di Sulawesi masih mempunyai
dengan cara direndam dalam air mengalir peluang untuk dapat digunakan sebagai ba-
terlebih dahulu agar dapat dimakan. Selain han pangan cadangan walaupun penduduk
digunakan sebagai pengganti beras, gadung di P. Sangir Talaud sudah menggunakan
sering dibuat keripik untuk dimakan sebagai tepung Tacca untuk makanan bayi dan kue,
makanan antara (snack). seperti halnya di P. Belitung, Garut Selatan,
dan P. Madura.
Sumber: Widjaja & Pratama 2013
Gambar 98. Peta umbi-umbian di Pulau Sulawesi