Page 45 - Seribu Alasan untuk Mati Hari Ini dan Kumpulan Cerpen
P. 45
Melihat saya, si Buyung berdiri dan langkah kakinya
bergegas menghampiri saya, memeluk saya.
“Da…dadada…dada…da….” Katanya.
Saya tahu dia berusaha keras untuk belajar berbicara,
tetapi entah kenapa sulit. Saya melihat ke kapas putih
berbalut plester yang masih menempel di tengah
kepalanya. Sepertinya sudah lebih baikan, kata saya.
Setelah kecelakaan tabrak lari yang menimpa si Buyung
sekitar hampir setahun yang lalu, dirawat kritis di rumah
sakit selama hampir seminggu, dan akhirnya kami bawa
pulang ke rumah, karena tidak sanggup membayar
biayanya. Kalap karena tidak ada satupun kerabat yang
sudi meminjamkan uang, karena saya dan istri saya sama-
sama terusir dari keluarga kami, karena nekat kawin lari.
Kami juga terlalu malu untuk pinjam pada tetangga, yang
secara akal sehat, lingkungan kami adalah tergolong
kumuh, tempat kami semua orang-orang susah.
“Akhirnya kamu pulang, mas,” sahut suara itu.
Istri saya akhirnya berbicara lagi pada saya!
Dia muncul sambil membawakan sepiring nasi dan
kangkung tumis, serta segelas air putih, lalu diletakkannya
di dekat saya yang sedang menemani si Buyung bermain.
“I…iya, Len,” jawab saya.
43

