Page 49 - Seribu Alasan untuk Mati Hari Ini dan Kumpulan Cerpen
P. 49
“Saya mencintai kamu, bukan karena harta atau status
sosial, atau apa pun, mas,” tatapannya bercampur marah
kepada saya.
“Sejak melangkahkan kaki keluar dari pintu rumah saya,
semua kesusahan yang melanda, semua cercaan orang,
saya ikhlas, mas!” matanya mulai berkaca-kaca.
Dan inilah satu kelemahan saya, tidak tega melihat air
mata, apalagi yang mengalir dari wajah seorang
perempuan, istri saya. Seketika saya memeluknya,
mencium keningnya, lalu memeluknya dengan erat.
“Maaf kalau pikiranku jadi penuh prasangka, Len,” kata
saya sambil mengusap-usap pundaknya.
“Saya juga minta maaf kalau sikapku beberapa waktu ini
kasar sama mas. Kadang-kadang saya hanya bingung
dan hampir pasrah dengan nasib kita, mas….” Katanya
sambil terisak.
“Saya janji, Len, kita akan lewati semua ini….” saya
kembali mengecup keningnya.
Tok! Tok! Tok!
Suara ketukan di pintu mengejutkan kami.
“Siapa?” teriak Leni.
Ditatapnya saya sambil tergesa-gesa disekanya air mata
yang membasahi wajahnya.
47