Page 207 - CITRA DIRI TOKOH PEREMPUAN DALAM TUJUH NOVEL TERBAIK ANGKATAN 2000
P. 207
memang itu yang kamu mau, ya bagaimana lagi.” (Madasari, 2012, hlm.
128).
Setelah berpisah dari Alam, Maryam berniat untuk kembali pada keluarga
besar di kampung halamannya di Desa Gegerung, Lombok. Hal yang mengejutkan
Maryam adalah setelah 5 tahun berpisah, ayah, ibu, dan adiknya sudah tidak lagi
berdiam di tepat tinggalnya dulu. Pak Jamil yang pernah menjadi pekerja bapak
Maryam menyampaikan cerita bahwa kedua orang tua dan adik Maryam telah pergi
dari rumahnya karena peristiwa pengusiran terhadap seluruh jemaah Ahmadiyah
oleh masyarakat di kampungnnya.
Maryam kini tahu, apa yang telah dilakuknnya, segala yang telah dialaminya,
tak berarti apa-apa dibandingkan dengan segala hal yang telah dialami
keluarganya. Pengusiran, penghinaan, pengucilan, segala macam
penderitaan yang tak pernah Maryam bayangkan (Madasari, 2012, hlm. 84).
Sejak peristiwa pengusiran keluarga Maryam dan jemaah Ahmadiyah lainnya dari
Gegerung, Pak Jamil sudah tidak mengetahui lagi keberadaan orang tua dan adik
Maryam.
Dengan berbagai upaya akhirnya Maryam menemukan ibu dan adiknya di
sebuah daerah yang dilokasikan untuk jemaah Ahmadiyah. Ibunya merasa bahagia
dan merasakan kehilangan atas kepergian Maryam ketika memutuskan menikah
dengan Alam kala itu. Begitu pula dengan adiknya. Akan tetapi bapaknya yang baru
ditemui Maryam bersikap tak acuh dan masih tampak terbersit kecurigaan pada
Maryam. Namun setelah Ibu Maryam menceritakan kondisi rumah tangga anaknya,
serta menyampaikan bahwa Maryam berniat kembali pada keluarganya, sikap
bapaknya melunak sebagaimana narasi pada teks berikut ini.
Bapak Maryam pagi ini banyak bicara. Tidak seperti waktu pertama bertemu
yang hanya saling diam dan kebingungan. Mereka bicara banyak hal, tentang
kampung, tentang pasar, tentang sayur, tentang acara televisi. Tapi tidak
bertanya tentang pernikahan Maryam. Tidak bertanya kenapa Maryam
pulang. Semua sudah saling tahu. Tanpa perlu diucapkan, mereka telah
saling menyepakati: yang dulu biarkan berlalu. Yang hari ini mari disyukuri
(Madasari, 2012, hlm. 104).
201