Page 210 - CITRA DIRI TOKOH PEREMPUAN DALAM TUJUH NOVEL TERBAIK ANGKATAN 2000
P. 210

umum, banyak warga sekitar pemakaman yang menolak jenazah Pak Khairuddin

                        dimakamkan  di  TPU  tersebut.  “Makam  ini  milik  warga  Gerupuk.  Mereka  bisa
                        menentukan siapa yang boleh dimakamkan di sini dan siapa yang tidak,” jawab

                        Rohmat. Suaranya tenang. Seolah yakin apa yang dikatakannya benar dan akan

                        didengar” (Madasari, 2012, hlm. 263).
                             Pertikaian  pun  hampir  terjadi  antara  masyarakat  di  sekitar  pemakaman

                        dengan rombongan Ahmadiyah. Akhirnya Umar berinisiatif memakamkan jenazah
                        mertuanya  di  Mataram,  yakni  di  kampung  halaman  orang  tua  Umar.  Semenjak

                        kepergian bapaknya, perjuangan untuk mendapatkan hak untuk kembali ke rumah

                        mereka di Gerupuk dan hak kebebasan bertahan dalam keyakinan mereka sebagai
                        Ahmadiyah dilanjutkan oleh Maryam, Umar, dan jemaah Ahmadiyah yang masih

                        ada.  Namun,  pemerintah  setempat  melalui  keputusan  dari  gubernur  bahwa
                        pemerintah bersedia untuk mengembalikan hak tinggal mereka jika mereka beralih

                        keimanan sebagaimana pada teks berikut ini.
                             “Bukan soal pengusiran!” bantah Gubernur. Suaranya meninggi. “Ini soal
                             bagaimana  agar  kita  damai.  Tak  ada  kekerasan.  Kalian  Cuma  ratusan.
                             Orang-orang itu ribuan. Bisa jadi puluhan ribu kalau datang juga dari mana-
                             mana.  Lebih  mudah  mana,  mengungsikan  kalian  atau  mengungsikan
                             mereka? (Madasari, 2012, hlm. 249).

                             Berdasarkan judulnya, novel Maryam mengambarkan kisah tokoh perempuan
                        bernama  Maryam.  Sebagaimana  judul,  Maryam  adalah  titik  sentral  perhatian

                        pengarang untuk para pembaca. Pengarang berupaya menyampaikan pesan kepada

                        pembaca melalui judul bahwa novel ini meneritakan tentang seorang perempuan
                        bernama Maryam dan perjuangannya dalam memperoleh kembali rumah mereka.

                        Sekaligus  dengan  harapan  memperoleh  kebebasan  berkeyakinan  sebagai  orang
                        Ahmadiyah.

                             Pengarang novel, Okky Madasari selalu menggunakan sudut pandang orang

                        ketiga  dalam  becerita.  Okky  menuliskan  tokoh-tokoh  cerita  dengan  selalu
                        menyebut nama-nama tokohnya, seperti Maryam, Umar, Alam, Fatimah, dan yang

                        lainnya. Atau menuliskannya dengan sapaan untuk orang ketiga seperti, ibu, bapak,









                                                                                                    204
   205   206   207   208   209   210   211   212   213   214   215