Page 213 - CITRA DIRI TOKOH PEREMPUAN DALAM TUJUH NOVEL TERBAIK ANGKATAN 2000
P. 213

juara  kelas,  dan  dengan  kecerdasan  intelegensinya,  Maryam  mampu  meraih

                        kesuksesan dalam bidang akademik dan pekerjaan. Dengan kecerdasan emosinya,
                        Maryam mampu menjadi pribadi yang ramah, santun, dan bermoral. Dalam dirinya

                        sudah tertanam nilai-nilai keimanan yang diajarkan oleh orang tuanya sejak kecil.

                        Meskipun pernah meninggalkan keyakinannya sebagai seorang Ahmadiyah karena
                        keinginannya untuk bisa menikah dengan Alam sebagai upaya melupakan masa

                        lalunya bersama Gamal. Maryam juga merupakan pribadi yang tegar, mandiri, dan
                        berjiwa  pemberontak.  Perjuangan  ayahnya  yang  telah  meninggal  dalam  upaya

                        menuntut keadilan dan ketenangan hidup kelompok Ahmadiyah, dilanjutkan oleh

                        Maryam  bersama para pengikut ayahnya. Dalam novel  ini dikisahkan,  Maryam
                        bersama jemaah Ahmadiyah menemui gubernur Lombok. Mereka menuntut agar

                        gubernur  memperhatikan  warga  Ahmadiyah  yang  telah  bertahun-tahun  berada
                        dalam pengungsian, dan menuntut dikembalikannya tanah dan rumah yang telah

                        ditinggalkan  warga  Ahamadiyah  karena  mendapatkan  pengusiran  dari  warga
                        setempat.

                             Dua  tokoh  perempuan  dalam  novel  Maryam  karya  Okky  Madasari

                        diceritakan berada dalam wilayah arus bias gender. Mereka adalah Maryam dan
                        Fatimah. Dua kakak beradik ini memang tidak mengalami persoalan perempuan

                        dalam  tindak  kekerasan  gender  atau  pelabelan  gender.  Akan  tetapi,  mereka
                        menghadapi persoalan tentang budaya perjodohan dalam ruang lingkup keyakinan

                        Ahmadiyah. Mereka ditekankan untuk menikah dengan sesama orang berkeyakinan

                        Ahmadiyah.  Pesoalan  ini  adalah  wujud  patriarki  dalam  komunitas  Ahmadiyah
                        dengan tujan untuk memurnikan dan memperkuat kelompok Ahmadiyah. Namun

                        dalam kelompok ini tampak bahwa kaum laki-laki memiliki peran penting dalam
                        membuat  keputusan  untuk  menentukan  nasib  perempuan,  sebagai  bentuk  dari

                        budaya patriarkhi (Fakih, 2013).

                             Novel  ini  banyak  mengungkap  tentang  tertindasnya  kaum  minoritas  oleh
                        kaum mayoritas. Kaum minoritas digambarkan sebagai kelompok Ahmadiyah yang

                        terdiri  atas  kaum  laki-laki,  kaum  perempuan,  dan  anak-anak  mereka.  Mereka
                        mendapatkan perlakuan dari kaum mayoritas dengan cara pengusiran, pembakaran







                                                                                                    207
   208   209   210   211   212   213   214   215   216   217   218