Page 209 - CITRA DIRI TOKOH PEREMPUAN DALAM TUJUH NOVEL TERBAIK ANGKATAN 2000
P. 209

Setelah Maryam dan Umar membina kehidupan rumah tangga, kebahagian

                        mereka  dilengkapi  dengan  kehadiran  seorang  anak  dari  darah  daging  mereka.
                        Namun  kebahagiaan  mereka  berdua  tak  berlangsung  lama.  Orang  tua  dan  adik

                        Maryam  harus  berpindah  tempat  lagi  ke  sebuah  penampungan  para  pengungsi

                        Ahmadiyah bernama gedung Transito, karena adanya penyerangan dan pembakaran
                        rumah  oleh  warga  masyarakat  di  sekitar  lokasi  perumahan  jemaah  Ahmadiyah

                        sebagaimana pada teks, Satu truk polisi datang dengan berbagai barang ke Gedung
                        transito satu hari setelah mereka diungsikan (Madasari, 20212, hlm. 236). Maryam

                        dibantu oleh Umar yang juga merupakan anggota Ahmadiyah selalu mengurusi

                        perlengkapan dan logistik untuk para jemaah setiap harinya. Sekian lama orang tua
                        Maryam dan para jemaah Ahmadiyah tetap bertahan dalam pengungsian dengan

                        kondisi hidup yang memprihatinkan serta penuh keterabatasan sebagaimana pada
                        teks berikut ini

                             Gedung Transito  kian  hari  kian  terasa sesak.  Barang-barang  bertambah:
                             baju dan aneka perkakas. Kamar sempit yang disekat dengan kain itu kini
                             terlihat penuh tumpukan barang. Enam bayi telah lahir di pengungsian ini.
                             Anak-anak bertambah besar. Beberapa anak remaja yang sudah di bangku
                             SMP dikirim ke Surabaya dan Kuningan. Tinggal bersama keluarga Ahmadi
                             dan disekolahkan seperti anak sendiri. … (Madasari, 2012, hlm. 266).

                             Namun akhirnya Bapaknya Maryam merintis kembali usaha penjualan ikan
                        di pasr dan cukup sukses. Fatimah pun sudah bekerja dan menikah dengan lelaki

                        beragama Islam. Meskipun Bapaknya tidak pernah menyetujui pernikahan Fatimah

                        secara  penuh,  namun  ibunya  dan  Maryam  telah  mengiklaskan  pilihan  Fatimah
                        tesebut. Sampai suatu hari, Bapaknya Maryam meninggal dalam sebuah kecelakan.

                        Motornya menabrak truk.

                             Kepergian bapak Maryam menyisakan kesedihan mendalam bagi keluarga
                        besarnya, termasuk seluruh jemaah Ahmadiyah. Bapak Maryam oleh para jemaah

                        dianggap  sebagai  orang  tua  mereka,  karena  banyak  memperhatikan  nasib  dan
                        mengupayakan kehidupan mereka agar tetap berjalan dalam keyakinan Ahmadiyah.

                        Setiap hasil penjualan ikan di pasar selalu diserahkan untuk menghidupi jemaah di
                        pengungsian. Ketika bapaknya direncanakan dimakamkan di tempat pemakaman








                                                                                                    203
   204   205   206   207   208   209   210   211   212   213   214