Page 123 - A Man Called Ove
P. 123
A Man Called Ove
mengenai teknik-teknik konstruksi. Satu hari dalam seminggu,
Ove libur. Saat itulah, dia menyeret karung semen dan balok
kayu, mondar-mandir selama delapan belas jam penuh,
bermandikan keringat dan kesepian. Dia menghancurkan
dan membangun kembali satu-satunya benda peninggalan
orangtuanya, selain Saab dan arloji milik ayahnya. Otot-otot
Ove berkembang dan dia belajar dengan cepat.
Mandor di lokasi konstruksi menyukai remaja pekerja
keras itu. Pada suatu Jumat siang, dia membawa Ove menuju
tumpukan papan buangan—kayu-kayu ukuran khusus yang
retak dan hendak dibakar.
“Jika aku kebetulan menoleh ke arah lain dan kau
melihat sesuatu yang kau perlukan, kuanggap kau telah
membakarnya,” kata mandor sambil berjalan pergi.
Begitu desas-desus pembangunan rumah Ove menyebar
di antara para kolega tuanya, ada saja salah seorang dari
mereka yang menanyakannya kepada Ove. Ketika Ove
membangun dinding ruang duduk, seorang kolega ceking
bergigi depan miring— setelah menghabiskan waktu selama
dua puluh menit memberi tahu betapa idiotnya Ove karena
tidak lebih pintar sejak awal—mengajarinya cara menghitung
parameter-parameter penahanan beban. Ketika Ove memasang
lantai dapur, seorang kolega yang lebih kekar—dan satu jari
kelingking tangannya hilang—menunjukkan cara mengukur
dengan benar setelah menyebutnya tolol tiga lusin kali.
Suatu sore, ketika hendak pulang ke rumah pada akhir
giliran kerjanya, Ove menemukan kotak perkakas kecil yang
dipenuhi peralatan bekas di samping pakaiannya. Kotak
118