Page 126 - A Man Called Ove
P. 126

Fredrik Backman

                  Ove menyadari, dirinya menyukai rumah. Mungkin
              terutama karena rumah bisa dipahami. Bisa dihitung dan
              digambar di atas kertas. Tidak bocor jika dibuat kedap air,
              tidak roboh jika disokong dengan benar. Rumah itu adil,
              memberimu apa yang patut kau terima. Namun, sayangnya,
              hal yang sama tidak bisa dikatakan mengenai manusia.



              Maka hari-hari berlalu. Ove pergi bekerja, pulang ke rumah,
              menyantap sosis dan kentang. Walaupun tidak ada yang
              menemani, dia tidak pernah merasa kesepian. Lalu pada
              suatu Minggu, ketika Ove sedang memindahkan beberapa
              papan, seorang lelaki periang berwajah bulat dan berbaju
              setelan kurang pas muncul di gerbang rumahnya. Keringat
              mengalir dari kening lelaki itu, dan dia bertanya apakah Ove
              punya segelas air dingin. Ove tidak melihat adanya alasan
              untuk menolak, dan ketika lelaki itu minum di dekat gerbang
              rumahnya, mereka berbasa-basi. Atau, lebih tepatnya, sebagian
              besar percakapan dilakukan oleh lelaki berwajah bulat itu.

                  Ternyata lelaki itu sangat tertarik dengan rumah.
              Tampaknya dia sedang membangun rumahnya sendiri di
              bagian lain kota. Dan, entah bagaimana, lelaki berwajah bulat
              itu berhasil mengundang dirinya sendiri ke dapur Ove untuk
              minum secangkir kopi. Jelas, Ove tidak terbiasa dengan jenis
              perilaku memaksa ini. Namun, setelah percakapan selama
              satu jam mengenai pembangunan rumah, dia siap mengaku
              kepada diri sendiri bahwa cukup menyenangkan untuk
              sesekali ditemani di dapurnya.





                                        121
   121   122   123   124   125   126   127   128   129   130   131