Page 130 - A Man Called Ove
P. 130
Fredrik Backman
Ove berdiri menentang angin di samping gerbang
rumahnya. Dia melihat betapa bola-bola api yang menyebar
telah menyulut rerumputan kering di antara rumahnya dan
rumah tetangganya itu. Selama beberapa detik yang terasa
panjang, dia menilai situasi itu sebaik mungkin: api akan
melalap rumahnya beberapa menit lagi jika dia tidak segera
mengambil selang air. Dia melihat lelaki tua itu mencoba
menerobos rak buku terbalik dalam perjalanannya memasuki
rumah. Para lelaki berbaju setelan meneriaki dan mencoba
menghentikan, tapi istri lelaki tua itu meneriakkan nama lain.
Cucu mereka.
Ove menimbang-nimbang ketika menyaksikan bara api
merambat melalui rerumputan. Sejujurnya, dia mungkin tidak
begitu memikirkan mengenai yang ingin dilakukannya, tapi
lebih memikirkan yang akan dilakukan oleh ayahnya. Dan
begitu pikiran itu terpatri di sana, tak banyak pilihan yang
tersisa.
Ove menggumam, merasa jengkel, memandang rumahnya
sendiri untuk kali terakhir, dan secara naluriah menghitung
seberapa banyak jam yang diperlukan untuk membangunnya.
Lalu dia berlari menuju api.
Rumah itu penuh asap tebal lengket sehingga rasanya
seakan seseorang menghantam wajah Ove dengan sekop.
Lelaki tua itu berjuang memindahkan rak buku yang jatuh
dan menghalangi pintu. Ove menyingkirkan rak buku itu,
yang baginya seakan terbuat dari kertas, dan membuka jalan
ke lantai atas. Ketika mereka muncul memasuki cahaya fajar,
lelaki tua itu menggendong cucunya dengan lengan berlapis
125