Page 124 - A Man Called Ove
P. 124
Fredrik Backman
itu diiringi pesan yang hanya bertuliskan: “Untuk si Anak
Bawang.”
Perlahan-lahan rumah itu mulai berbentuk. Sekrup
demi sekrup dan papan lantai demi papan lantai. Tentu saja
tak seorang pun melihatnya, tapi memang tak seorang pun
perlu melihatnya. Pekerjaan yang dilakukan dengan baik
mendatangkan ganjaran tersendiri. Itulah yang dahulu selalu
dikatakan ayah Ove.
Ove menghindari tetangga-tetangganya sebisa mungkin.
Dia tahu mereka tidak menyukainya, dan dia tidak melihat
adanya alasan untuk memberikan lebih banyak amunisi
kepada mereka. Satu-satunya pengecualian adalah seorang
lelaki tua dan istrinya yang tinggal di sebelah rumah Ove.
Hanya lelaki ini yang tidak mengenakan dasi di seluruh
jalanan rumah mereka.
Sejak ayahnya meninggal, Ove dengan rajin memberi
makan burung-burung setiap dua hari sekali. Dia hanya
lupa melakukannya pada suatu pagi. Ketika keesokan
paginya keluar untuk menggantikan kelalaiannya, dia nyaris
menyundul lelaki tua itu di samping pagar, di bawah meja
untuk burung. Tetangganya itu memandangnya seakan
tersinggung; ia membawa pakan burung. Mereka bukannya
sama sekali tidak bertegur sapa. Ove hanya mengangguk
dan lelaki tua itu membalasnya dengan sedikit anggukan.
Ove masuk rumah lagi, dan sejak saat itu memastikan untuk
tetap menjalani hari-harinya sendiri.
Mereka tidak pernah bicara satu sama lain. Namun suatu
pagi, ketika lelaki tua itu melangkah ke atas undakan depan
rumahnya, melihat Ove sedang mengecat pagar. Ketika sudah
119