Page 156 - A Man Called Ove
P. 156
Fredrik Backman
Ove mendengar para kolega muda Tom tertawa serempak.
Dia memejamkan mata, menyandarkan kening ke dinding,
dan membiarkan air panas mengaliri tubuhnya. Berdiri di
sana selama lebih dari dua puluh menit. Mandi terlama yang
pernah dilakukannya.
Ketika Ove keluar, arloji milik ayahnya sudah tidak ada.
Dia mencari-cari di antara pakaian di atas bangku, meneliti
lantai, menyisir semua loker.
Akan tiba saatnya dalam kehidupan semua lelaki, ketika
mereka harus memutuskan akan menjadi jenis lelaki macam
apa. Apakah menjadi jenis lelaki yang membiarkan orang
lain menguasai mereka atau tidak.
Mungkin karena Tom menyalahkannya atas pencurian
di gerbong. Mungkin karena kebakaran itu. Mungkin karena
agen asuransi palsu. Atau kaum lelaki berkemeja putih. Atau,
mungkin karena Ove sudah muak. Seketika, seakan seseorang
telah mencabut sekering di benak Ove.
Semuanya terlihat sedikit lebih gelap. Dia berjalan keluar
dari ruang ganti, masih telanjang dan dengan air menetes
dari otot-otot lenturnya. Berjalan ke ujung koridor, ke kamar
ganti mandor, menendang pintunya hingga terbuka, dan
menerobos segerombolan lelaki yang terkejut di dalamnya.
Tom sedang berdiri di depan cermin di ujung yang jauh,
memangkas jenggot lebatnya. Ove mencengkeram bahunya
dan berteriak begitu lantang hingga dinding-dinding berlapis
seng itu menggema.
“Kembalikan arlojiku!”
151